Nasehat Leluhur untuk Pedagang

Tags

Berdagang, sebuah profesi yang selalu ada disetiap kebudayaan. Tak terkecuali pada salah satu kebudayaan nusantara yaitu Bugis. Tempaan peristiwa seiring gerak zaman, akan melahirkan pemikiran pemikiran yang ideal. Setidaknya, sesuai pada konteks dahulu. Namun terkadang, ada nilai yang masih relevan diimplementasikan pada konteks kekinian

Berikut ini Pappaseng atau pesan leluhur/nasehat kepada pedagang.

Eppa ritu passaleng naompo adecengengna seddie padangkang
Seuwani, alempurengnge
Maduanna, assiwolong-mpolongnge
Matelunna, amaccangnge
Maeppana, pongnge



Terjemahan.
Empat hal yang menyebabkan munculnya kebaikan pada seorang pedagang
Pertama, kejujuran
Kedua, pergaulan baik/silaturahmi
Ketiga, kepandaian
Keempat, modal

Penjelasan.
Kejujuran, adalah nilai kemanusiaan yang (seharusnya) dimiliki tiap manusia. Kejujuran adalah syarat adanya kepercayaan. Sedangkan kepercayaan merupakan dasar pergaulan (Assiwolong-mpolong). Kehilangan kepercayaan, menyebabkan seseorang akan ditinggalkan, bahkan dimusuhi. Pada pedagang, kehilangan kepercayaan berarti kehilangan pelanggan. Yang parah bila, pelanggan yang merasa "dibohongi" kemudian bercerita pada pelanggan atau calon pelanggan lain.

Pergaulan yang baik/Silaturahmi. Rezki sesungguhnya dari Allah Swt, Tuhan yang Maha Pemberi. Akan tetapi agar rezki sampai ke kita, membutuhkan perantaraan. Yaitu dari sesama manusia. Sebagai contoh, nasi yang kita makan. Adalah rezki dari Allah Swt dengan menciptakan dan menumbuhkan tanaman padi. Namun, butuh proses seperti cocok tanam seperti yang dilakukan petani, kemudian pemasaran. Hingga dimasak menjadi nasi. Semakin banyak sahabat, saudara, kerabat maka semakin banyak pula jalannya rezki untuk mencapai kita. Putusnya satu jalinan silaturahmi, bukan hanya menghambat rezki. Akan tetapi juga mengganggu ketenangan jiwa.

Kepandaian. Kepandaian yang dimaksud adalah kemampuan manajerial. Mengelola barang dagangan agar terlihat apik dan menggairahkan pembeli. Kemampuan merayu pembeli. Termasuk pula, kemampuan mengelola relasi bisnis agar tetap terjaga dan berkembang (terkait poin 2). Ada yang menarik dalam tradisi Bugis yaitu memantangkan untuk berkata "tidak" terhadap barang yang dicari pelanggan. Jadi bila seseorang mencari barang namun tidak tersedia di dagangannya, ia akan mengatakan "masempo" yang secara harfiah berarti murah. Itu kata halus dari "tidak ada". Tidak digunakannya kata "De gaga" yang berarti "Tidak ada" bermaksud agar, pembeli tidak menyimpan ketiadaan dijual barang tersebut di memorinya. Sehingga penjual dapat segera mengadakan barang tersebut dan pembeli dapat datang kembali.

Modal Usaha. Dalam berbisnis, modal usaha hendaknya tidak diganggu. Salah satu nasehat orang Bugis sekaitan dengan ini adalah : "Masseajing watakkale temmaseajing waramparang". Artinya, diri boleh berkeluarga, namun harta tidak. Bila dicerna sepintas, terkesan adanya unsur pelit. Akan tetapi, poin yang bisa ditangkap dari hal ini adalah konsistensi menjaga modal demi keberlangsungan usaha. Adapun yang berhubungan dengan keluarga. Misalnya, membantu keluarga yang membutuhkan. Itu dilakukan setelah perdagangan pada hari itu usai dan tentunya tidak mengganggu modal yang ada.


EmoticonEmoticon