The Tao of Pemilu

Pemilu ~secara teoritik~ adalah perwujudan demokrasi, dimana rakyat memberikan hak pilihnya untuk memilih eksekutif maupun legislatif. Pemilu dan demokrasi berkembang sesuai dengan asas ideologi yang dianut oleh sebuah negara. Model pemilu, juga dipengaruhi oleh kesiapan infrastruktur dan kualitas SDM. Di Indonesia, model pemberian hak pilih yaitu dengan mencoblos. Pernah dicoba pada pemilu 2009 metode mencentang, namun ditentang dengan berbagai alasan. Nampaknya bangsa Indonesia lebih suka berdemokrasi dengan paku, bukan dengan pulpen.

Penggabungan spiritualitas barat dan timur serta tradisi metafisika, merupakan ciri khas wacana New Age yang berkembang dipertengahan abad 20. Salah satu karya utamanya adalah The Tao of Physics karya Fritjof Chapra. Karya itu mencoba menghubungkan fisika modern dengan filsafat ketimuran. Wacana New Age jika dilihat dari paradigmanya, digolongkan holistik, bukan positivistik. Tao, adalah sebuah filsafat (yang berkembang menjadi agama) yang diprakarsai Lao Tse. Secara sederhana, ia membawa gagasan keseimbangan dan dinamika antara Yin dan Yang. Tulisan sederhana ini mencoba melihat pemilu dari perspektif Tao

Untuk menyusutkan, mesti dimuaikan dulu
Untuk melemahkan, mesti diperkuat dulu
Untuk mencampakkan, mesti dipuja dulu
Untuk mengambil, mesti diberi dulu
Ini disebut kebijakan yang cerdik 
(Lao Tze)

Kosmologi Tao memandang bahwa  semua perubahan dialam sebagai manifestasi proses dinamis antara oposisi kutub yin dan yang. Gabungan keduanya adalah Tao. Demikian pula pada Pemilu, kita dapat melihat sebagai proses dinamis antara yin dan yang. Yin adalah kualitas feminim, yang menerima, dikehendaki, lembut, dan seterusnya. Sedang Yang adalah kualitas maskulin, memberi, berkehendak, perkasa dan seterusnya.
Setelah penetapan calon tetap (baik pemilu legislatif maupun eksekutif), para calon berkualitas maskulin atau Yang. Calon memberi berbagai hal, apakah itu pencerahan, wawasan, kesempatan atau gula dan sejenisnya. Sementara konstituen, berkualitas feminim, yaitu menunggu, menerima.

Pada masa kampanye, calon terus bergerak berusaha memobilisasi massa sebanyak-banyaknya. Sementara konstituen, mengkalkulasi efek dari pilihannya kelak. Di masa sekarang ini, akibat banyaknya jejaring, banyak keluarga mendistribusi pilihannya. Misalnya sang bapak memilih calon A, ibu memilih calon B dan anaknya memilih calon C. Langkah distribusi sebagai kualitas feminim adalah bentuk mencari posisi aman sebab tidak ada jaminan seorang calon bisa terpilih.

Untuk menjaga konstituen agar tetap solid, maka calon melalui timnya biasanya memadukan model represi dan kompensasi. Represi adalah kualitas maskulin sedang kompensasi adalah kualitas feminim. Ini berarti, model pemaduan antara sisi Yin dan Yang pada calon dan timnya. Sementara saat konstituen mencoblos di TPS, konstituen berposisi sebagai maskulin. Tentu ia tidak menghadirkan calon di TPS. Namun yang hadir adalah Citra sang calon. Inilah yang membimbing konstituen untuk mengarahkan Paku (maskulin) pada surat suara (feminim). Disaat itu, para calon berharap-harap cemas menunggu hasil penghitungan suara dan penetapan calon terpilih, merupakan sisi feminim.

Cost terbesar dalam pemilu kita sebenarnya bukanlah biaya material. Sebab negara kita teramat kaya. Meski kita akui, besarnya anggaran cukup besar jika dilihat dikomposisi APBN/APBD. Terlepas dari itu, yang teramat mahal sebenarnya adalah rusaknya kohesi sosial. Betapa banyak orang berkeluarga (Om-kemenakan, sepupu vs sepupu, tetangga vs tetangga, dst) yang berkonflik pasca pemilu (baik pileg, pilpres maupun pilkada). Konfrontasi saat menjelang pemilu dan pasca pemilu, adalah aspek maskulin di masyarakat. Adapun kompromi setelah pemilu adalah aspek feminim di masyarakat kita.

Pemilu, sebagaimana penyatuan kualitas Yin dan Yang pada diri manusia, yaitu hubungan suami istri. Gerakannya makin lama makin cepat dan kuat. Semakin mendekati puncak, semakin melelahkan. Akan tetapi semakin bersemangat pula. Nafas tersengal-sengal tapi tetap hebat. Akhirnya ditutup dengan sebuah orgasme, nafas panjang dan keduanya loyo. Kurang lebih seperti itulah dinamika aspek yin dan yang pada pemilu kita.


EmoticonEmoticon