SOMPE' - Antara Layar dan Migrasi

Nusantara adalah gugus kepulauan terbesar didunia. Terletak antara dua samudra dan dua benua. Memiliki puluhan ribu pulau besar maupun kecil. Masyarakatnya membangun kebudayaan bercorak agraris-maritim.

Sebagai bagian masyarakat nusantara yang bercorak agraris-maritim, orang Bugis-Makassar turut berperan dalam sejarah maritim nusantara. Hubungan kekerabatan, ekonomi dan politik antar pulau menyebabkan tradisi maritim terus berkembang dimasa lalu.

Perahu, merupakan alat transportasi air yang mutlak bagi masyarakat maritim. Perahu dibuat berbagai ukuran dengan berbagai kepentingan. Mulai dari jenis sampan (lofi), perahu bercadik (atii), hingga kapal bertonase besar macam lambo, padewakkang dan pinisi.

Khusus kapal besar, diikatkan sampan (lepa-lepa) semacam sekoci, yang dapat memuat beberapa orang saja. Tujuannya, mendaratkan awak kapal (sawi) dipelabuhan/pulau bila air surut atau dangkal yang beresiko kapal kandas.

Pinisi, Padewakkang dan Lambo memiliki bentuk yang relatif sama namun tonase yang berbeda. Sekedar tuk memperkaya kosa kata yang berkaitan dengan maritim.

1. Ponggawa = pemilik perahu
2. Anakoda = nakhoda/kapten kapal
3. Sawi = anak buah kapal
4. Sompe (sombala=makassar) = layar
5. Balango = jangkar
6. Lepa-lepa = sampan kecil yang diikatkan dibelakang kapal

Aktifitas "Berlayar" bila diterjemahkan dalam bahasa Bugis yaitu Massompe'. Entah dia berlayar untuk kepentingan dagang, militer, hubungan politik atau apapun yang mesti menggunakan perahu layar. Jika kita mencoba memahami konteks dibalik teks Sompe untuk era 1400an masehi berdasar lontara kronik, dapat dipahami bahwa :

  1. Kapal layar adalah alat transportasi satu-satunya yang menghubungkan antar pulau
  2. Terkadang orang dulu memilih jalur laut ketimbang jalur darat untuk ke suatu tempat di sulawesi
  3. Alam sulawesi selatan masih terjaga, banyak hutan, danau dan sungai masih dalam belum mengalami pendangkalan
  4. Penduduk masih sangat sedikit
  5. Beberapa kerajaan baru terbentuk mencoba untuk memperkuat kerajaannya
  6. Wilayah kerajaan-kerajaan tersebut sangat luas untuk ukuran jumlah penduduk yang sedikit (kalau sekarang mungkin kita anggap sempit sebab saat ini banyak orang dibanding masa lalu)
  7. Kerajaan-kerajaan dikatakan besar apabila memiliki penduduk yang banyak (sawe ni tau maegae) yang mampu memproduksi beras dan hasil tani lainnya dengan jumlah besar. Sehingga lahan bisa dimaksimalkan

Di era itu, hampir kita tidak temukan motivasi "merantau" yang tepat. Sederhananya, buat apa membuka hutan di pulau dan negeri lain, jika dikampung halaman sendiri masih banyak hutan. Buat apa mendaftar CPNS di provinsi lain jika NKRI belum ada :) hehe. Buat apa melarikan diri ke pulau seberang karena jadi buronan polisi sementara polisi belum ada....

Jadi berdasar rekonstruksi konteks masyarakat di era itu, penggunaan kata "Merantau" untuk memperbaiki nasib dan kehidupan, boleh dikatakan tidak ada. Yang ada adalah, kemungkinan adanya pelayaran antar pulau dengan motivasi berbeda. Kemungkinan besar yang ada, ekspor hasil bumi dan impor hasil industri dari Cina dan India.

SOMPE'


Sebelum Perang Makassar (1667-1669) aktifitas maritim orang bugis makassar (terutama makassar) sudah intensif. Terutama dalam hal perdagangan laut, hubungan politik dengan kerajaan lain. Setelah Perang Makassar, gelombang migrasi terjadi dari Sulawesi Selatan ke penjuru nusantara. Motif bermacam-macam. Ada yang menolak kalah dan tunduk, ada yang melarikan diri, ada yang mencari penghidupan yang lebih baik, dan lain sebagainya. Gelombang migrasi mulai tahun 1670 pasca perang makassar, tahun 1714, hingga 1950an era DI/TII.

Orang yang bermigrasi (dengan berbagai motif) maupun berdagang antar pulau menggunakan perahu layar disebut Passompe'. Belakangan, seiring dengan semakin jarangnya penggunaan kapal layar dan perkembangan alat transportasi, serta tingginya mobilitas penduduk antar pulau, penggunaan kata Sompe' perlahan dilupakan artinya. Sekarang, orang mengenal kata Sompe' dengan arti Merantau. Walaupun merantaunya masih satu pulau, bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua dan empat, dan tidak menggunakan perahu layar, tetap disebut Sompe'.(arm)

1 komentar so far

Perantauan Keluarga besar saya (masyarakat Massenrempulu) secara keseluruhan masuk dalam gelombang 1950an era DI/TII...walaupun era2 sebelumnya ada, kemungkinan sebagai pengikut2 masyarakat2 Bugis Makassar..yg membuka perantauan pertama seperti Orang Wajo dan Gowa


EmoticonEmoticon