Quo Vadis HMI


Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang diridhoi Allah Swt.
(Tujuan HMI)


Perjalanan panjang HMI mengiringi kisah Republik ini. HMI, telah melewati berbagai dinamika yang sedemikian rupa. Mulai dari keterlibatan pada Revolusi Fisik mempertahankan kemerdekaan, hingga mengisi kemerdekaan. Sebagai organisasi mahasiswa yang tersebar hampir tiap pelosok nusantara, kadernya melimpah ruah diberbagai generasi. 

Secara keorganisasian, HMI sangat kompleks. Memiliki jenjang kepengurusan dari tingkat Komisariat, Cabang hingga Pengurus Besar (PB). Pada Cabang yang "gemuk" ia dibentuk Korkom. PB sendiri dibantu Badko. Pengkaderan, atribut organisasi, mekanisme rapat dan sebagainya, semuanya memiliki aturan yang jelas dan terinci. 
Sebagai organisasi "raksasa" tentu kita maklum, kadernya tentu beragam karakter. Mulai yang akademis, religius, organisatoris, bahkan ada yang agak begal. Mengelolanya, tentu membutuhkan tantangan yang luar biasa. Anehnya, selalu saja banyak kader yang percaya diri mampu menuntaskan berbagai masalah internal organisasi. Padahal, hukum alam meniscayakan, hanya kerjasama dan kebersamaanlah yang menjadi kekuatan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Bukan keunggulan individu. Meski disatu sisi, kita membutuhkan individu unggul pada posisi tertentu sesuai bidang yang ia kuasai.

Potret Dinamika Internal HMI
Banyak kader HMI yang suka ber"main" pada ruang suksesi. Bahkan alumni sepuh super senior pun terkadang masih suka ber"main". Mulai suksesi himpunan jurusan, pilkada, hingga pilpres. Apalagi bila Kongres HMI, maka semacam ada kebahagiaan tersendiri menguji ilmu strategi taktik.

Pada titik itu, kader akan terbelah oleh politik gerbong. Kuantitas kader terdistribusi pada gerbong-gerbong yang seolah tak berujung. Sayangnya, kurang kematangan dalam berpolitik. Sehingga pasca suksesi, menjadi hal lumrah melihat adanya dua, tiga bahkan empatisme kepengurusan. Padahal jika prosesnya adil, cukup satu kepengurusan saja.

"Kader titipan Kanda/Yunda", sebuah bentuk "nepotisme kecil" yang berefek kurang baik terhadap proses di HMI. Di level pengkaderan, khususnya Intermediate Training, terkadang ada kader yang pada dasarnya belum layak, namun dipaksa ikut karena dititip oleh Kanda/Yunda tertentu. Walhasil, Koster, SC, OC dan Pengurus Cabang kadang terpaksa memediasi. Efek jangka panjangnya adalah, kurangnya kualitas kader yang mengisi pengkaderan dan kepengurusan. 
Tentu hal demikian (kepengurusan ganda dan kader titipan kanda) akan melemahkan HMI secara internal. Kita tidak bisa bayangkan, dengan tantangan zaman yang amat beragam, entah bagaimana HMI bisa berperan untuk bangsa dan negara.

Menyoal Peran HMI 
Sekarang tahun 2015. HMI kembali melaksanakan rutinitasnya, yaitu Kongres. Sebagai wadah pengambilan keputusan tertinggi, ekspektasi kader terhadap Kongres yang berkualitas tentu juga tinggi. Namun menjadi sebuah pembonsaian makna kongres, bila hanya sekadar suksesi belaka. Arena Kongres harusnya menjadi ruang bagi akumulasi pembacaan terhadap regulasi di HMI. Sehingga regulasi yang dianggap kurang relevan, bisa diubah. Begitupun sebaliknya.

Di awal berdirinya, HMI terlibat dalam revolusi fisik, sangat berbeda di era orde lama, dan orde baru. Sehingga sesuai dengan tujuan HMI, kadernya harus diarahkan untuk mengisi kemerdekaan, mengisi pembangunan dan berperan serta dalam kemajuan.

Akan tetapi, dimana HMI saat orang kecil tergusur, hukum tidak berpihak pada orang kecil ? Dimana HMI saat budaya bangsa sedang tergerus ? Dimana HMI saat ilmu pengetahuan seolah mandeg pada buku teks kuliah ? Dimana HMI saat berbagai hal dimana bangsa ini membutuhkannya ?

Orang umumnya bisa mengatakan, ketika jalan macet, ada bakar ban dan melakukan aksi, maka besar kemungkinan HMI lah disitu. Namun isu apa yang mereka angkat ?

Adanya "Litbang" dalam struktur HMI harusnya dimaksimalkan. Hampir bisa dipastikan, di tiap HMI Cabang, tidak memiliki data kuantitatif daerahnya. Sehingga kurang memahami apa yang ada didaerahnya secara detail. Tetapi hampir bisa dipastikan, kader HMI selalu ada di warkop yang berbicara politik daerah, apalagi menjelang pemilu.

Harusnya, Litbang mempunyai data kuantitatif, lalu mengolahnya dan memberi masukan pada pengurus Cabang tentang isu yang harus didorong. Bukan menunggu media untuk menerima isu untuk demo keesokan harinya.

Lalu, apakah harus semuanya dilakukan dengan cara Demo ? Apalagi sekarang bukan era 70an yang demonstran diasosiasikan dengan pahlawan muda. Saat ini, demostran lebih diasosiasikan sebagai anak muda yang memacetkan jalan dan mengganggu aktifitas masyarakat. Tentu ini bentuk miskin kreatifitas kader dalam mengusung sebuah metode gerakan. Mengapa kurang melakukan pendampingan dilevel grass root ? Mengapa tidak memperbanyak hal hal yang bersifat edukatif untuk masyarakat ?

Kader HMI harus lebih memahami cara berbuat ketimbang cara mengkritik. Sebab mengkritik kebijakan melalui aksi demonstrasi saat ini bukan lagi hal yang efektif dalam mengubah kebijakan publik. HMI harusnya lebih berperan dalam "dengar pendapat" dengan wakil rakyat. HMI harusnya lebih mampu bekerjasama dengan stake holder dalam sebuah kebijakan yang realistis, meski tetap harus mempertahankan independensinya. HMI harusnya menelurkan kader yang berpikir rasional, bukan yang berpikir ala begal. Tentu harus zero tolerance untuk kekerasan di HMI.

Pengkaderan, terutama Intermediate Training harus ditinjau ulang. Mengapa ? Karena dari Intermediate Training inilah para ketua Komisariat, pengurus Cabang keatas termasuk pemateri berasal. Jika Intermediate Training bermasalah, tentu keluarannya juga akan bermasalah. Misalnya, peserta yang melampaui quota menyebabkan kurang maksimalnya proses. Apalagi jika ada yang merasa wajar tidak bayar registrasi, merasa berhak ikut LK2 meski tidak bisa mengaji, tidak tahu bacaan shalat, tidak bisa buat makalah tetapi paling cepat lapar. Yang diandalkan, hanya karena dia mencatut nama senior tertentu serta tindakan yang agak represif pada panitia.


Terakhir, kepada seluruh kandidat yang akan berkontestasi di panggung kongres, siap menang dan siap kalah. Jika menang, pastikan apa yang akan dilakukan untuk memperjelas peran HMI kedepan. Demikian pula yang tidak terpilih. "Ngambek" lalu memecah belah kepengurusan adalah bentuk sifat kekanak kanakan yang melemahkan bahkan dapat merusak HMI. Kepada formateur yang nanti terpilih, kemampuan menafsirkan tujuan HMI sesuai kondisi zaman, lalu menterjemahkan dalam bentuk program kerja dan kebijakan, akan menentukan masa depan HMI. Tempatkan kader sesuai kemampuannya, bukan siapa yang menitip. Bagi yang tidak terpilih, membangun HMI tidak mesti menjadi ketua PB. Untuk romli, tidak seharusnya membebani orang lain untuk sesuatu yang orang lain tidak mesti lakukan. Kalian hanya penggembira, (bukan peserta dan panita kongres atau pengurus HMI) yang seharusnya dapat berbuat lebih nyata untuk membangun HMI ketimbang minta makan seperti pengemis.


EmoticonEmoticon