Dialog Kebenaran III

Tags

Terpuruk. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan La Marufe' saat ini. Ia dipaksa berhenti dari pekerjaannya oleh bosnya. Pekerjaan yang membuatnya hidup layak. Pekerjaan yang membuatnya dapat membantu sesama. Parahnya, bosnya terhasut oleh seseorang yang dengki pada La Marufe'. Orang dengki tersebut adalah orang yang diperlakukan baik oleh La Marufe'. Meski teman sekantor La Marufe' selalu mengingatkan untuk berhati hati, namun La Marufe' selalu berprasangka baik. Sekarang, La Marufe' sudah menikmati prasangka baiknya. Yaitu kedengkian seseorang yang dianggap sahabat oleh La Marufe'. Air susu dibalas air aki, mungkin peribahasa yang tepat.
Pikiran dan perasaan La Marufe' berkecamuk. Satu sisi, ia ingin mengikhlaskan perlakuan buruk orang padanya. Namun sisi lain, ia punya kemampuan untuk berbuat buruk serupa. La Marufe' menyalahkan konsep "prasangka baik" dalam agama yang dipahaminya. Sebab "prasangka baik" membuatnya tidak sempat mengantisipasi perlakuan dengki sahabat padanya.

La Marufe' pun ingat, sahabatnya itu pernah ia bantu berkali kali. Seolah masih belum bisa terima kenyataan bahwa orang bisa jahat meski diperlakukan baik, La Marufe' menjadi depresi. Belum lagi, uangnya Rp.40 Juta dibawa lari orang, kebun dijual untuk biaya hidup, utang menumpuk, La Marufe' merasa semakin kacau.
Disaat puncak depresinya, ia mulai ingin mengumpat nasibnya. Namun diwaktu bersamaan, La Marufe' melihat sepasang suami istri yang renta. Suaminya buta, untuk berjalan harus dibimbing istrinya. Mereka sepasang suami istri yang tak punya rumah dan harta. Hidup mengandalkan sedekah orang lain. La Marufe' terpukul. Matanya masih baik. Ia punya rumah dan sedikit harta. Harta yang lebih banyak dari harta suami istri renta nan miskin itu. 

Lalu, La Marufe' berjalan dan berhenti disuatu tempat. Ia melihat pengamen yang anggota tubuhnya tak lengkap. Menyanyikan lagu tentang semangat hidup. Untuk kedua kalinya, La Marufe' tersentak. Ia melihat tangannya lengkap. Dengan tangannya ia bisa mengetik di laptopnya. Bisa memainkan gitar dan berbagai alat musik melebihi pengamen itu. Bisa membuat karya karya dari batu maupun kayu. 

La Marufe' tak ingin bersyukur membandingkan dirinya dengan sepasang suami istri renta dan pengamen itu. Sebab baginya, itu sama saja tidak menghargai kekurangan orang lain. La Marufe' sadar bahwa seharusnya ia tidak menyerah. Ia seharusnya berbuat lebih banyak lagi. Seharusnya La Marufe' membantu sepasang suami istri yang renta dan buta itu.

Move on...ya move on...La Marufe harus move on...live must go on...ini persoalan perspektif pikirnya. Bila sebuah masalah dilihat dari dalam masalah itu, maka seolah tidak ada masalah lain. Namun bila keluar dari masalah itu kemudian memandang lagi ke masalah tersebut...ternyata masalahnya adalah salah satu dari sekian ribu masalah yang boleh jadi lebih besar dan lebih berat.

Bersabar dan bersyukur. Itu kuncinya. Waktu terus berjalan. Ada saat suka, ada pula duka. Suka duka datang silih berganti. Sekarang ia dititik nadir kedukaannya. La Marufe bangun dan kembali bekerja. Sebab awal dari suka telah menanti

2 komentar


EmoticonEmoticon