PERSPEKTIF DALAM MEMANDANG SEJARAH

PERSPEKTIF DALAM MEMANDANG SEJARAH

Andi Rahmat Munawar


Setidaknya, ada dua perspektif dalam memandang sejarah. Pertama, sejarah secara ilmiah. Yaitu penikmat atau pemerhati sejarah berdiri netral dalam mengkaji sejarah. Pemerhati sejarah pada konteks ini, melepaskan diri dari kepentingan tertentu, seperti politik, pencitraan atau sejenisnya. Sebelum pemerhati sejarah memulai kajiannya, maka ia terlebih dulu menghilangkan asumsi-asumsi positif atau negatif yang mengarah pada keberpihakan tokoh sejarah. Sejarah, pada konteks ini tidak memosisikan benar salah pada pelaku sejarah.



Pemerhati sejarah akan berusaha mengumpulkan semua sumber sejarah, baik primer maupun sekuder. Kemudian mengkomparasi antara sumber-sumber sejarah yang ada. Kemudian menganalisis berdasar hukum-hukum kausalitas peristiwa sejarah tersebut. Sejarah dianggap bergerak dinamis akibat hasrat ekonomi dan politik individu atau masyarakat. Sehingga, analisis ekonomi politik selalu digunakan dalam kronologi pada sejarah.

Dalam mengkaji dokumen sejarah, selain ilmu-ilmu standar macam filologi, juga dibutuhkan pemahaman tentang analisa wacana. Sebab, meski sebuah naskah tergolong valid, namun sang penulis sejarah bisa saja memiliki maksud tersirat dibalik teks-teks yang disusunnya. Sehingga perlu bagi pembaca sejarah memahami, apa maksud tersembunyi dari penulis sejarah. Analisa wacana juga dibutuhkan dalam menganalisis tradisi tutur masyarakat.

Kelemahan mendasar perspektif ini adalah, sejarah akan hambar. Sejarah tak lebih rantai kausalitas belaka yang membentuk masa kini dan referensi untuk membangun masa depan. Sejarah tidak menyentuh jiwa penikmatnya. Namun kelebihannya adalah, kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan akan lebih akurat dan lebih jujur dalam memandang kehidupan.

Perspektif kedua yaitu sejarah secara psikologis. Pada konteks ini, penikmat atau pemerhati sejarah akan berpihak pada satu kelompok atau tokoh sejarah. Sejarah dipandang sebagai modal sosial yang mampu membangun semangat, kerekatan sosial serta keseragaman berpikir. Namun disisi lain, dapat menimbulkan sentimen, keretakan sosial serta penolakan terhadap penyeragaman berpikir.

Pada konteks ini, fakta-fakta sejarah yang ril, ditafsirkan sesuai kepentingan yang diinginkan. Jika ada fakta sejarah dianggap kurang menarik, maka akan disembunyi dan ditutup rapat-rapat. Tidak jarang, bukti sejarah bahkan dihilangkan.

Kelebihan perspektif ini adalah mampu membangun psikologi massa yang nantinya menjadi modal sosial yang mampu menggerakkan masyarakat. Namun kekurangannya, dapat menciptakan sentimen negatif pada tokoh/kelompok yang diposisikan antagonis. Sehingga dapat menjadi potensi konflik.

Pertanyaan mendasar bagi kita semua adalah, apa kepentingan kita dalam membahas sejarah ? Apakah hanya untuk sekedar tahu peristiwa masa lalu ? Atau ada maksud terselubung yang bisa dimanfaatkan secara politis nantinya ? Namun terlepas dari itu semua, niat akan mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Itu pasti.


EmoticonEmoticon