Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian III)

Tags

(Bagian III)
Dari Sidenreng, ke Wajo dan menuju Bone

James Brooke mencatat bahwa Lontara dari ketiga daerah (Wajo, Bone dan Soppeng) menyebut bahwa perang terakhir antara La Patongai Datu Lompulle di keempat distrik Sidenreng yaitu Wettareng, Wanio, Lise dan Belokka, dimana La Panguriseng berhasil mempertahankan tahta dan regalia Sidenreng. La Patongai kembali mempersiapkan peperangan berikutnya dengan melibatkan Wajo. Namun Tomarilaleng Bone mengancam akan mendeklarasikan perang melawan Wajo bila Wajo melibatkan diri pada konflik di Sidenreng.

Tanggal 14 Februari 1840, James Brooke diundang Teteaji, dikediaman Addatuang Sidenreng La Panguriseng. Ia bersama penerjemahnya dijamu dengan baik oleh Addatuang Sidenreng. James Brooke mencatat bahwa ia dan rombongannya pulang dengan bahagia setelah bertemu Addatuang.

Setelah mencoba membangun komunikasi, akhirnya Petta Betteng menyetujui pertemuan dengan James Brooke. Tanggal 21 Februari 1840, bersama dengan Datu Lompulle, Arung Ujung dan Datu Tempe diiringi sekitar 300 atau 400an pasukan berkuda meninggalkan Tempe menuju Tancung, 

Petta Betteng datang bersama ribuan pengikutnya dan berjarak sekitar setengah mil dengan James Brooke dan rombongannya. Terdengar teriakan keras dan gemuruh diikuti oleh sejumlah pasukan berkuda dan infanteri. Tombak ekor kuda (banranga), keris yang berkilau dan kuda yang berjingkrak memberi efek yang menyenangkan. Ketika kedua rombongan bertemu, mereka berpasangan. Pasukan berkuda dengan pasukan berkuda. Pasukan infanteri dengan pasukan infanteri. 

Mereka kemudian diantar untuk bertemu langsung dengan Petta Betteng. James Brooke menggambarkan Petta Betteng sebagai orang yang berusia 40an tahun, mata yang tajam, dan mirip orang Turki. Ia menuju kediaman Petta Betteng kemudian menginterview selama beberapa saat secara hati hati.


4 hari kemudian, Said Abdullah datang menemui James Brooke. Ia menggambarkan betapa berbedanya seorang arab macam Said Abdullah dengan tulisan tulisan Eropa tentang orang Arab di melayu. Ia juga menyebut bahwa Said Abdullah adalah tempat anggota komunitas Arab bergantung. Said Abdullah juga disebut sebagai orang yang memiliki reputasi baik di daerah Bone, Wajo dan Soppeng yang berdomisili di Tempe.

30 Februari 1840, ia menuju Palippu. Beberapa kuil, baik besar maupun kecil ia temukan. Dugaannya, sisa pengaruh Hindu yang bercampur dengan "Mohammadenism". Pada kuil tersebut, dipercikkan air dan minyak oleh penduduk setempat. Orang Bugis dalam pandangan James Brooke, mempercayai berbagai roh roh. Baik itu roh binatang maupun benda. Rumah, keris, perahu dianggap mampu menentukan nasib. Beberapa pendahulu disebut mampu meramalkan karamnya kapal berdasar alur yang aneh pada kayu.

Tempe, 3 Maret 1840, Dr Leyden menjelaskan beberapa lontara pada James Brooke. Yaitu perjalanan Sawerigading dan beberapa pesan pesan leluhur. Orang Wajo disebut kurang tertarik pada seni dan nyanyian. Hanya pada ritual tertentu. Dalam hal perdagangan, ia menyebut bahwa katun Bugis sulit bersaing di Singapura sebab harganya lebih mahal. Dengan perahu Bugis, barang berupa kulit kura-kura, emas, mutiara dan kerang diimpor. Demikian pula senjata, bubuk mesiu, opium dan katun. Sedang sarung dan kopi diekspor. 

James Brooke sangat senang menerima undangan dari Petta MangkauE. Tanggal 9 Maret 1840 di Tosora undangan diterima dan Daeng Matara tiba di Bone 4 hari kemudian untuk mempersiapkan pertemuan. Audiens dengan Petta MangkauE akhirnya terealisasi tanggal 26-27 Maret 1840.

Mendarat di BajoE, dengan 10 orang berkuda menuju istana Bone. Ia menggambarkan ibukota Bone saat itu banyak puing sisa terbakar waktu perang melawan Belanda namun beberapa rumah baru dibangun dengan megah. Di gerbang, ia dijemput Arung Tanete yang menyetujui audiensnya dengan Petta MangkauE. Terdapat sekitar 3000-4000 pasukan dihalaman istana. Pasukan itu mengenakan helm, keris dan sarung berwarna biru. Di pintu masuk, terdapat 8 atau 10 pasukan bertombak yang mengenakan baju rantai.
Petta MangkauE duduk diatas singgasana. Di sebelah kanannya duduk Tomarilaleng yaitu Arung Tanete dan duduk pula Arung Tibojong. Duduk pula disebelah kanan Petta MangkauE yaitu putra mahkota. Petta MangkauE berusia sekitar 40an tahun, berekspresi dengan cara menyenangkan. Petta MangkauE mengenakan jubah polos yang panjang dengan sejumlah kancing emas. Dilengkapi songkok hitam dan keris.

Pada kesempatan itu, James Brooke memaparkan kebahagiaannya atas undangan Petta MangkauE. Ia menjelaskan bahwa ia adalah seorang petualang yang tak terhubung dengan pemerintah manapun, termasuk Inggris. Bila Petta MangkauE berdiri, semua berdiri. Demikian pula bila Petta MangkauE duduk, semua ikut duduk. Ia menggambarkan kekuasaan Petta MangkauE nampak tak terbatas yang tidak bisa dibandingkan dengan kekuasaan Arung Matoa maupun Datu Soppeng. Selama di Bone, James Brooke menyempatkan diri berkunjung ke goa Mampu atas izin dan perlindungan Arung Tanete.

Baca juga :
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan (Bagian I)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan (Bagian II)


EmoticonEmoticon