Abdul Qahhar Mudzakkar, Dari Patriot Hingga Pemberontak

Salah seorang legenda dari tanah Luwu yaitu Abdul Qahhar Mudzakkar (sering disebut Kahar Muzakkar saja). Lelaki perkasa ini terlahir dengan nama La Domeng. Hijrah ke Jawa karena dipaoppangi tanah oleh kedatuan Luwu, menjadi awal perkembangannya menjadi tokoh yang legendaris.

cek juga : Luwu di Masa Lalu

Tergabung dalam kelaskaran, ia adalah putra Sulawesi Selatan pertama yang mencapai pangkat tertinggi yaitu Letnan Kolonel. Dimana pejuang asal Sulawesi Selatan lainnya hanya berpangkat Kapten atau Letnan saja. Ia menunjukkan kualitasnya saat mengawal Soekarno di lapangan Ikada. Berbekal parang, ia menembus barikade tentara Jepang yang bersenjata lengkap agar Bung Karno dapat berpidato. Demikian pula pasukannya, Grup Seberang, telah menunjukkan taringnya saat Serangan Umum 11 Maret yang legendaris itu.

Buku karya Dr. Anhar Gonggong ini, merupakan buku yang paling tuntas membahas tentang gerakan DI/TII pimpinan Abdul Qahhar Mudzakkar. Dengan kapabilitas keilmuan, referensi data yang mumpuni, serta sikap obyektif dalam pemaparannya, membuat buku ini menjadi referensi ilmiah bagi yang tertarik mengkaji tentang hal hal yang berhubungan dengan DI/TII.

Bab I buku ini yaitu pendahuluan. Berisi alasan pemilihan subyek, permasalahan, pendekatan teori dan orientasi isi.

Penulis memperdalam tentang latar belakang Sulawesi Selatan di Bab II. Berbagai tinjauan sebagai pengantar agar pembaca dapat memahami konteks secara menyeluruh. Latar belakang meliputi kondisi geografi, sosial ekonomi, pendidikan dan agama.

Adapun tentang kondisi adat istiadat dan sosial budaya, dibahas di Bab III. Penulis membahas tentang pangadereng (adat istiadat), nilai Siri na Pesse dan sistem kekerabatan di masyarakat Sulawesi Selatan. Hal ini makin memudahkan pembaca untuk benar benar memahami konteks yang ada dibalik berbagai peristiwa.

Partisipasi masyarakat Sulawesi Selatan dalam perjuangan kemerdekaan dibahas pada Bab IV. Bab ini membahas tentang bagaimana awal mula kemerdekaan yang kemudian disusul kedatangan sekutu dan Belanda. Hingga kemudian, dibentuk berbagai laskar untuk mempertahankan kemerdekaan serta dinamika hubungan antar gerilyawan. Bab ini juga membahas awal mula kemunculan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Tokoh sentral DI/TII di Sulawesi Selatan, yaitu Kahar Muzakkar, tentu memiliki pandangan ideologis tersendiri. Pandangan ideologis tersebut dibahas pada Bab selanjutnya yaitu Bab V. Ada perbedaan pendapat antara para founding fathers RI yang notabene seperjuangan dengan Kahar Muzakkar. Dalam kutipan suratnya pada Soekarno, Kahar menulis :

Bung Karno jang saja muliakan!
Alangkah bahagia dan agungnja Bangsa kita dibawah pimpinan Bung Karno djika sekarang dan sekarang djuga Bung Karno sebagai pemimpin besar Islam, Pemimpin besar bangsa Indonesia, tampi ke muka menjeru Masjarakat Dunia jang sedang dipertakuti Perang Dunia III, dipertakuti kekuasaan nuklir, kembali kedjalan damai dan perdamaian jang ditundjukkan oleh Tuhan dalam segala AdjaranNja jang ada didalam kitab sutji Al-Qur'an dan kitab sutji agama lainnja. (hlm : 141)

Masih di bab ini, penulis mengatakan : "Dalam pandangan Abdul Qahhar Mudzakkar Pancasila adalah sesuatu yang dipaksakan oleh Soekarno sebagai dasar negara". Dalam pada itu, terjadi pertentangan penafsiran tentang Pancasila sehingga menjadi argumen dalam pemberontakan DI/TII. Selain itu, bab ini juga berisi kritikan Qahhar Mudzakkar terhadap komunisme yang diberi ruang oleh RI, yang secara ideologis sangat bertentangan dengan DI/TII. Juga kritik terhadap Majapahitisme, yaitu paham penjajahan suku tertentu terhadap suku suku lain dinusantara yang menyaru dalam konsep keindonesiaan kala itu.

Langkah-langkah penyelesaian oleh pemerintah, dibahas pada Bab VI. Didalamnya dijelaskan tentang ajakan damai dari pihak pemerintah (perdana menteri Mohammad Natsir) dengan mengajukan beberapa syarat antara lain :
- Para Pedjuang nasional di Sulawesi Selatan diterima sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia
- Tidak akan diadakan tuntutan terhadap tindakan tindakan yang dilakukan sebelum masuk. (hlm : 152)
Setelah itu, anggota KGSS diangkat menjadi CTN (Corps Tjadangan Nasional) yang berbagi beberapa batalyon. Tanggal 24 Maret 1951, Abdul Qahhar Mudzakkar beserta batalyon batalyonnya dilantik oleh Letnan Kolonel Suwido yang mewakili menteri pertahanan.

April-Juli 1951, terjadi pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Kapten Lapanu Dg Manati dan Batjo Dg Sikki. Menyikapi hal ini, komandan CTN (Abdul Qahhar Mudzakkar) mengajukan agar diberi kepercayaan untuk melakukan operasi pembersihan (hlm 154). Namun usul ini ditolak oleh pimpinan APRIS sehingga terjadi ketegangan. Berbagai langkah diplomatis dilakukan untuk meredakan ketegangan hingga akhirnya opsi terakhir yaitu operasi militer pun diambil.

Operasi Tumpas dipimpin langsung oleh Panglima Komando Indonesia Timur yang mempunyai komando tempur dengan nama Komando Operasi Kilat yang dipimpin langsung oleh Pangdam XIV Hasanuddin, Kolonel Andi Muhammad Yusuf (hlm : 170). Operasi Kilat ini berlangsung hingga 5 April 1964 yang difokuskan untuk menyerang posisi Andi Selle yang kemudian meninggal karena sakit jantung. Sehingga fokus berikutnya selama April 1964 hingga 2 Februari 1965 difokuskan untuk menyerang posisi Abdul Qahhar Mudzakkar. Dalam keterangan resmi, Abdul Qahhar Mudzakkar dilaporkan meninggal ditembak oleh Kopral Sadeli.

Bab VII sebagai bab terakhir berisi  melemahnya Abdul Qahhar Mudzakkar serta kelemahan gagasan Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII) yang digagasnya. Mulai dari keluarnya Andi Selle dari CTN disusul Andi Sose kemudian Usman Balo. Ketiganya merupakan bekas komandan Abdul Qahhar Mudzakkar yang tentu melemahkan posisinya. Selanjutnya menyusul "tangan kanan" sang komandan, yaitu Letnan Kolonel RPI Bahar Mattaliu yang didahului beberapa perbedaan pendapat dengan sang komandan, Kolonel RPI Abdul Qahhar Mudzakkar. Bab ini ditutup dengan penjelasan terhadap akibat yang ditimbulkan gerakan DI/TII baik skala nasional maupun lokal. (arm)

Judul : Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak
Penerbit : PT Grasindo, Jakarta 1992
Penulis : Dr. Anhar Gonggong
Tebal : 252 halaman

1 komentar so far

Salam.
Buku yang sangat bagus. Boleh saya tahu dimana saya bisa mendapatkan buku tersebut? saya sangat memerlukan buku itu.
Terimakasih


EmoticonEmoticon