Showing posts with label Renungan. Show all posts
Showing posts with label Renungan. Show all posts

(Mantan) Caleg Juga Manusia

Pemungutan suara telah usai, saat ini proses penghitungan menuju penetapan calon terpilih. Namun, hasil hitung cepat lembaga survei serta rekapitulasi sementara tim pemenang sudah memberi gambaran, siapa yang akan terpilih nantinya. Tentu ada caleg yang terpilih, dan ada yang tidak terpilih. Itu hukum alam. Tentu ada yang berbahagia, ada yang berharap cemas dan ada yang kecewa.

Beberapa bulan lalu saya mengikuti proses seleksi. Tentu bukan pemilihan umum. Tetapi pemilihan khusus. Kita sebut saja Pemikhu :), sebab yang memilih hanya 5 orang yang terdiri dari akademisi dan profesional. Saya sebagai calon inkamben tentu punya pengalaman, baik pekerjaan maupun organisasi. Sekitar 24 rekomendasi organisasi yang saya kantongi. Mulai dari seleksi administrasi, kesehatan, tertulis hingga psikotes saya lalui dengan baik. Tak ada rekomendasi dokter sehubungan dengan kesehatan. Namun saya harus jatuh karena "tanggapan masyarakat" yang alasannya kurang rasional. Bukannya mengkritisi kinerja, kapabilitas dan pengetahuan saya, kelima orang itu justru menyerang pribadi saya dan menunjukkan bahwa kurangnya jiwa intelektualitas dibalik sandangan gelar akademiknya. Yang paling menyakitkan bukan tidak lolosnya, tapi adanya oknum yang menikam dari belakang. Bukan hanya kecewa, namun saya sempat mengalami depresi. Tidak percaya ternyata orang yang saya percaya ternyata suka menikam dari belakang. Pertanyaan paling saya hindari saat itu ketika teman bertanya : "Apa kabar?" Sebab satu sisi saya tidak suka bohong bahwa kabar saya sedang tidak baik. Dan disisi lain saya juga tidak ingin mencederai pertanyaan basa basi teman yang lama tidak berkomunikasi. Terlepas dari itu, perhatian kecil teman-teman saya adalah sesuatu yang sangat berarti ditengah keterpurukanku. But Live Must Go On.

Beberapa teman saya mencoba bertarung sebagai caleg. Lebih banyak lagi caleg yang saya tidak kenal yang juga ikut bertarung. Segala macam strategi dimainkan untuk mencapai kemenangan. Namun tentu ada yang menang dan kalah, ada yang bahagia dan ada kecewa. Saya sangat memahami kekecewaan, ketika berharap besar namun gagal. Saya pun sangat memahami, jika orang yang kita percayai ternyata menikam dari belakang. Tentu tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Namun sayang, media mulai memberitakan tentang caleg gagal yang mulai gila dan depresi. Atau menagih kembali kebaikan-kebaikan yang pernah ia lakukan.

Ilustrasi
Saya ingin katakan pada semua orang, jangan lukai perasaan caleg yang gagal dalam pertarungannya. Kekecewaan tidak lolos saja itu sudah butuh waktu lama untuk kembali menstabilkan jiwa. Apalagi jika pengorbanan dan perjuangan berat telah dilalui. Sebab caleg juga manusia yang punya perasaan. Bisa bahagia, marah, senang dan kecewa.

Saya tidak ingin mengatakan kepada caleg yang gagal : "Sabar, ambil hikmahnya". Sebab saya bukan kaum hikmais yang menjadikan kata "hikmah" sebagai candu. Sebab dulu, saya pun kurang senang jika orang mengatakan : "ambil hikmahnya". Tetapi saya ingin mengatakan kepada semua caleg yang gagal, ayo evaluasi semuanya. Apa yang kurang dari apa yang telah kita lakukan. Jangan melihat dari satu sudut pandang saja. Lihatlah dari berbagai sudut pandang, biar lebih bijaksana. Mempertahankan keegoisan (melihat dari satu sudut pandang saja) saat dilanda keterpurukan, bukan sesuatu yang bijaksana. Tapi kita harus bangkit. Meski hati terasa pedih sakit dan teriris, tapi harus tetap kuat.

Ya harus kuat. Sebab dengan jiwa yang kuat, kita bisa melewati masa-masa sulit ini dan menjadi modal untuk memasuki masa masa berikut yang semoga lebih baik. Saya tidak bermaksud sok bijaksana, namun saya ingin berempati pada caleg gagal. Setidaknya sebagai sesama manusia yang pernah mengalami kegagalan (atau digagalkan). Saya juga tidak bermaksud memberikan motivasi, sebab saya bukan motivator macam Mario Teguh. Sekali lagi, saya hanya mencoba berempati dan mengajak semua orang agar tidak mencela caleg yang gagal. Sebab caleg juga manusia, punya malu, harga diri, dan semangat untuk bangkit dari keterpurukannya. Seperti saya beberapa bulan lalu.

(arm 14 April 2014)

The Tao of Pemilu

Pemilu ~secara teoritik~ adalah perwujudan demokrasi, dimana rakyat memberikan hak pilihnya untuk memilih eksekutif maupun legislatif. Pemilu dan demokrasi berkembang sesuai dengan asas ideologi yang dianut oleh sebuah negara. Model pemilu, juga dipengaruhi oleh kesiapan infrastruktur dan kualitas SDM. Di Indonesia, model pemberian hak pilih yaitu dengan mencoblos. Pernah dicoba pada pemilu 2009 metode mencentang, namun ditentang dengan berbagai alasan. Nampaknya bangsa Indonesia lebih suka berdemokrasi dengan paku, bukan dengan pulpen.

Penggabungan spiritualitas barat dan timur serta tradisi metafisika, merupakan ciri khas wacana New Age yang berkembang dipertengahan abad 20. Salah satu karya utamanya adalah The Tao of Physics karya Fritjof Chapra. Karya itu mencoba menghubungkan fisika modern dengan filsafat ketimuran. Wacana New Age jika dilihat dari paradigmanya, digolongkan holistik, bukan positivistik. Tao, adalah sebuah filsafat (yang berkembang menjadi agama) yang diprakarsai Lao Tse. Secara sederhana, ia membawa gagasan keseimbangan dan dinamika antara Yin dan Yang. Tulisan sederhana ini mencoba melihat pemilu dari perspektif Tao

Untuk menyusutkan, mesti dimuaikan dulu
Untuk melemahkan, mesti diperkuat dulu
Untuk mencampakkan, mesti dipuja dulu
Untuk mengambil, mesti diberi dulu
Ini disebut kebijakan yang cerdik 
(Lao Tze)

Kosmologi Tao memandang bahwa  semua perubahan dialam sebagai manifestasi proses dinamis antara oposisi kutub yin dan yang. Gabungan keduanya adalah Tao. Demikian pula pada Pemilu, kita dapat melihat sebagai proses dinamis antara yin dan yang. Yin adalah kualitas feminim, yang menerima, dikehendaki, lembut, dan seterusnya. Sedang Yang adalah kualitas maskulin, memberi, berkehendak, perkasa dan seterusnya.
Setelah penetapan calon tetap (baik pemilu legislatif maupun eksekutif), para calon berkualitas maskulin atau Yang. Calon memberi berbagai hal, apakah itu pencerahan, wawasan, kesempatan atau gula dan sejenisnya. Sementara konstituen, berkualitas feminim, yaitu menunggu, menerima.

Pada masa kampanye, calon terus bergerak berusaha memobilisasi massa sebanyak-banyaknya. Sementara konstituen, mengkalkulasi efek dari pilihannya kelak. Di masa sekarang ini, akibat banyaknya jejaring, banyak keluarga mendistribusi pilihannya. Misalnya sang bapak memilih calon A, ibu memilih calon B dan anaknya memilih calon C. Langkah distribusi sebagai kualitas feminim adalah bentuk mencari posisi aman sebab tidak ada jaminan seorang calon bisa terpilih.

Untuk menjaga konstituen agar tetap solid, maka calon melalui timnya biasanya memadukan model represi dan kompensasi. Represi adalah kualitas maskulin sedang kompensasi adalah kualitas feminim. Ini berarti, model pemaduan antara sisi Yin dan Yang pada calon dan timnya. Sementara saat konstituen mencoblos di TPS, konstituen berposisi sebagai maskulin. Tentu ia tidak menghadirkan calon di TPS. Namun yang hadir adalah Citra sang calon. Inilah yang membimbing konstituen untuk mengarahkan Paku (maskulin) pada surat suara (feminim). Disaat itu, para calon berharap-harap cemas menunggu hasil penghitungan suara dan penetapan calon terpilih, merupakan sisi feminim.

Cost terbesar dalam pemilu kita sebenarnya bukanlah biaya material. Sebab negara kita teramat kaya. Meski kita akui, besarnya anggaran cukup besar jika dilihat dikomposisi APBN/APBD. Terlepas dari itu, yang teramat mahal sebenarnya adalah rusaknya kohesi sosial. Betapa banyak orang berkeluarga (Om-kemenakan, sepupu vs sepupu, tetangga vs tetangga, dst) yang berkonflik pasca pemilu (baik pileg, pilpres maupun pilkada). Konfrontasi saat menjelang pemilu dan pasca pemilu, adalah aspek maskulin di masyarakat. Adapun kompromi setelah pemilu adalah aspek feminim di masyarakat kita.

Pemilu, sebagaimana penyatuan kualitas Yin dan Yang pada diri manusia, yaitu hubungan suami istri. Gerakannya makin lama makin cepat dan kuat. Semakin mendekati puncak, semakin melelahkan. Akan tetapi semakin bersemangat pula. Nafas tersengal-sengal tapi tetap hebat. Akhirnya ditutup dengan sebuah orgasme, nafas panjang dan keduanya loyo. Kurang lebih seperti itulah dinamika aspek yin dan yang pada pemilu kita.

4 Waktu Ketika Tuhan Diingat Beramai-Ramai

Bertuhan, adalah fitrah manusia. Meski manusia tidak mengenal agama sekalipun, namun manusia selalu butuh akan adanya kekuatan yang Maha Dahsyat yang mampu menyelamatkannya. Apalagi jika manusia beragama, maka kebutuhan manusia pada Tuhan akan menemukan salurannya.
Namun terkadang manusia sering melupakan Tuhannya. Keindahan dan godaan dunia tentu penyebabnya. Sehingga bisa jadi Tuhan "cemburu" dilupakan oleh manusia. Akan tetapi, ada saat dimana manusia beramai-ramai mengingat Tuhan. Tiba-tiba banyak manusia yang insyaf dan memohon dengan penuh harap pada Tuhan. Waktu-waktu dimana Tuhan diingat beramai-ramai yaitu

1. Menjelang Ujian Sekolah dan Ujian Nasional
Siswa SMA adalah remaja, remaja yang baru tersentuh sisi religiusitasnya. Ia masih mencari bentuk dalam mengelola hubungannya dengan Tuhan. Biasanya saat galau dan patah hati, Tuhan langsung teringat sebagai bentuk kepasrahan, kekalahan, penyaluran sakit hati dan sebagainya.
Sistem pendidikan yang mengharuskan adanya Ujian Sekolah dan Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan di SMA. Sehingga secara emosional, Ujian Sekolah dan Ujian Nasional adalah tantangan akhir yang menentukan dan harus diselesaikan dengan kemenangan. Dengan jiwa yang masih labil, adanya ujian seperti ini mendorong siswa untuk tiba-tiba secara kolektif mengingat Tuhan. Beberapa sekolah bahkan mengadakan doa bersama. Ada yang malas shalat tiba-tiba rajin shalat, bahkan melakukan shalat lail. Bisa dibayangkan, berapa ratus atau ribu SMA/Sederajat se-Indonesia dengan jutaan siswa yang akan "mendadak saleh" menjelang Ujian. Dapat dipastikan, Tuhan tiba-tiba mendapat banyak permohonan dari hamba-hambaNya dengan tema sama yaitu mohon diluluskan Ujian.

2. Menjelang Tes CPNS
PNS adalah profesi yang ideal bagi banyak orang Indonesia. Fasilitas, kemungkinan dapat kredit bank, jenjang karir dan jaminan hidup pasca pensiun menjadikan profesi PNS sebagai profesi "teraman" bagi banyak rakyat Indonesia.
Menjadi PNS adalah cita-cita banyak pemuda Indonesia. Bahkan banyak orang tua yang mengusahakan agar anaknya menjadi PNS, begitupun banyak orang tua mengharap menantu ideal adalah PNS. Singkat kata, PNS adalah profesi terbaik di negeri ini. Sehingga menjadi PNS adalah sebuah prestise, prestasi dan tentunya jaminan kesejahteraan.
Dalam proses seleksi, diadakan tes CPNS. Bisa dilihat, setiap pendaftaran CPNS, jumlah pendaftar tidak pernah sedikit. Kadang satu atau dua kursi yang lowong diperebutkan hingga ribuan orang. Apalagi jika ratusan kursi CPNS yang akan diterima, bisa jadi hingga ratusan ribu orang mendaftar. Menghadap dengan penuh harap kepada Tuhan. Agar diloloskan menjadi CPNS.


3. Setelah Bencana Alam
Pada dasarnya ada dua penyebab bencana alam. Pertama ulah manusia, seperti penggundulan hutan di hulu yang menyebabkan banjir di daerah rendah. Kedua, peristiwa alam, seperti gerak lempeng bumi yang bergesek sehingga menyebabkan gempa.
Bencana alam tidak menimpa satu dua orang, tapi banyak orang. Tercatat, Gempa yang diikuti Tsunami tahun 2004 silam menyebabkan ratusan ribu orang meninggal. Belum lagi yang hilang, dan kerusakan material. Tentu kita bersimpati pada korban dan keluarganya.
Terlepas dari itu, Bencana alam seolah menjadi sebuah mekanisme "peringatan Tuhan" sehingga setiap terjadi bencana alam, diidentikkan sebagai "kemarahan" atau "colekan" dari Tuhan pada hambaNya agar manusia bersyukur dan mengingat Tuhan.
Mau tidak mau, saat setelah Bencana Alam terjadi, orang beramai-ramai insyaf. Dengan harapan, daerahnya tidak terkena bencana alam. Atau sekedar menyampaikan keluh kesahnya pada Tuhan.

4. Menjelang Pencoblosan pada Pemilu
Namanya saja Pemilu, Pemilihan Umum. Banyak orang yang terlibat. Pada pemilihan langsung, macam pilpres, tidak banyak calon yang bersaing. Namun pada pemilihan legislatif, banyak peserta. Dalam satu dapil di kabupaten, bisa hingga 70-100an caleg. Apalagi DPRD Provinsi dan DPR RI. Belum lagi tim, dan pendukungnya.
Kebutuhan pada hal-hal yang berbau spiritualitas dan religiusitas langsung terlihat. Bahkan tak jarang untuk mendukung kekuatan metafisik, dipergunakan jasa paranormal. Dengan harapan, doa-doa paranormal ini mampu melambungkan elektabilitas sang calon. (memang demokrasi indonesia cukup unik, banyak dukun terlibat dalam proses demokratisasi, ini yang orang bule tidak paham tentang demokrasi, hehee)


White Belt Syndrom (Sindrom Sabuk Putih)

Semangat melampaui kapasitas, begitulah kondisi sindrom sabuk putih. Sabuk putih berarti pemula. Ya, pemula lah yang sering sangat bersemangat, yang semangatnya melampaui kapasitasnya. Seorang yang baru sabuk putih (umumnya, tapi tidak semua), kalau dicolek sedikit, langsung pasang jurus siap menyerang. Sedang sabuk hitam, santai saja.

Sebelum bertarung, sabuk putih biasanya berusaha memperbaiki tampilannya. Terutama kuda-kuda dan jurus awal. Tetapi begitu memasuki pertarungan, ia kehilangan kontrol. Lupa jurusnya. Berkelahi bebas tak teratur.

Berbeda dengan sabuk hitam. Sangat tenang dan santai. Begitu bertarung, ia akan bergerak seefektif dan seefisien mungkin. Ia menghindari serangan dengan elegan, dan menyerang secara mematikan. Ia tetap kontrol selama pertarungan sampai menyelesaikan pertarungannya.

Sindrom, adalah istilah medis yang berarti gejala, tanda-tanda atau karakter yang muncul yang menjadi dasar bagi dokter dalam mendiagnosa. Sindrom sabuk putih adalah gejala, tanda-tanda, atau karakter pemula yang merasa sudah hebat namun semangatnya jauh melampaui kapasitasnya. Sindrom sabuk putih, meminjam istilah medis dan bela diri, namun konteks yang dibicarakan adalah pada ranah pengetahuan. Baik itu agama maupun ilmu umum.

Mungkin kita pernah bertemu dengan orang yang baru kemarin belajar agama. Tanpa mengurangi rasa hormat (sebab perjalanan spiritual tiap orang beda), kita tahu bahwa ia kemarin adalah pendosa. Ia mulai menggunakan simbol-simbol agama, macam jubah dan sorban. Lalu ceramah kiri kanan, menyesatkan orang kiri kanan, mengkafirkan orang kiri kanan. Layaknya seorang yang bersabuk putih. Baru kemarin masuk perguruan bela diri, lantas pasang jurus kiri kanan.

Kalau kita "bertarung gagasan" dengannya dan argumentasinya tersudut, maka ia akan merekomendasikan ustasnya (sebagai jagoan andalannya) agar kita berguru padanya. Tetapi itu langkah terbijaknya. Langkah lainnya adalah mencap kafir, musyrik dan berbagai label buruk lainnya agar ia menjadi benar dan menang.

Berhadapan dengan "sabuk putih" selalu menggemaskan. Sebab terkadang ia tidak mengerti kekurangannya, kekeliruannya dan kesalahannya. Berbagai cara yang ditunjukkan agar ia mengerti akan menemukan jalan buntu. Kita mesti banyak bersabar menghadapi "sabuk putih". Sindrom sabuk putih banyak mengidap orang. Termasuk yang belajar agama. Semoga pengidap White Belt Syndrom terus berproses agar naik level dan lebih bijaksana sebagaimana "sabuk hitam".

Spiritualitas SosMed

Spiritualitas Sosmed, ya bukan Solmed. Tentu bisa ditangkap maknanya. Spiritualitas di ranah Sosial Media. Hal ini adalah fenomena baru seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Fenomena yang dimaksud antara lain


  1. Berdoa di Sosmed
    Sering kita temukan orang berdoa di Facebook atau Twitter dalam bentuk status. Misalnya : "Ya Allah semoga urusanku besok lancar". Atau, "Betapa berat cobaanMU Tuhan". Seolah Tuhan punya akun di Sosmed.
    Kondisi kejiwaan saat online tentu sangat berpengaruh. Sehingga ada yang marah, bercanda dan berdoa di SosMed. SosMed menjadi layanan publik untuk penyaluran perasaan bagi penggunanya. Seperti di Wall Facebook, ia berfungsi sebagai "Tembok Ratapan". Cuma perbedaannya, bahwa di Wall Facebook, semua orang bisa mengkonsumsi apa yang menjadi wilayah privasi.
    Benar bahwa Tuhan Maha Tahu. Tuhan tahu apa yang ada dalam hati kita, baik yang disembunyikan atau ditutupi. Tuhan tahu apa yang menjadi harapan dan apa yang pantas DIA berikan untuk kita.
    Akan tetapi, wilayah spiritualitas adalah wilayah privasi. Berdoa diSosMed mendekatkan diri pada sifat Riya dan Ujub. Tidak mudah bagi orang awam untuk menghilangkan perasaan "islami" atau "shaleh" saat membuat status berbau spiritualitas di SosMed sementara ia sangat sadar bahwa bahasa religi itu menjadi konsumsi publik.
  2. Ungkapan bijak (Berusaha bijak)Dalam menjalani hidup, seringkali badai-badai kecil dan berat dari kehidupan menerpa. Saat itu tiap orang butuh motivasi agar bisa bertahan dan terus berjuang. Terkadang, ia butuh motivasi dari luar. Apakah itu dari sahabat, teman, keluarga, atau dari motivator. Atau terkadang ia butuh motivasi dari dirinya sendiri. Yang dibungkus dengan cara seolah-olah memotivasi orang lain.
    Misalnya : "Jangan Pernah Menyerah, Harus tetap semangat, !!!". Maksud statusnya adalah ia sedang rapuh dan butuh semangat.
    Atau misalnya yang lain : "Sekali layar terkembang, pantang surut ketepian". Padahal ia tidak pernah melaut, apalagi naik kapal layar. Sesungguhnya yang bersangkutan sedang berusaha memotivasi dirinya (dan orang lain) agar ketika telah memulai bergerak, untuk terus sampai ke tujuan. Saya kadang tertawa membaca status seperti itu. Sebab saya yakin, ia belum pernah merasakan ombak 1 meter ditengah laut. Apalagi ombak 4 meter saat badai ditengah laut dan darat tak kelihatan lagi :)
  3. Transformasi Spiritualitas (Dakwah Online)
    Hati manusia terbolak balik. Terkadang, ia berada pada titik nadir. Titik dimana ia sadar akan pembangkannya pada Tuhan. Terkadang pula sebaliknya. Ia berada pada titik tertinggi. Dimana ia berada pada puncak kesalehannya.
    Bila seseorang online pada saat puncak kesalehannya, besar kemungkinan ia membuat status di SosMed yang berbau ajakan pada ibadah atau ketakutan tentang siksa neraka. Pada titik itu, yang bersangkutan mencoba untuk bergerak bersama (fesbuker) menuju Tuhan.
    Soal ini dapat dibenarkan. Dalam artian, di dunia maya orang butuh informasi, termasuk informasi agama. Cuma yang repot jika satu sisi akun bersangkutan tampil seolah mendakwahi, disisi lain akun tersebut mengeluarkan kata-kata tidak pantas atau prilaku yang tidak selaras dengan dakwahnya.
  4. Ucapan selamat hari raya tetapi tidak punya teman yang merayakan
    Sampai diawal tahun 2000an, Kartu Lebaran, Kartu Natal dan Kartu Ucapan Selamat Hari Raya lainnya mulai meredup. Tergantikan dengan SMS dan Status di Sosmed.
    Seharusnya ucapan selamat itu ditujukan pada orang yang tepat. Bayangkan kalau seorang muslim membuat ucapan selamat hari natal di statusnya. Akan elok jika ia tambahkan kalimat : "Bagi yang merayakan".
    Saat tahun baru China, tiba-tiba banyak yang mendadak tionghoa. Mengucapkan selamat tahun baru China. Gong Xi Fat Cai. Tapi ia sendiri tidak punya teman yang beretnis Tionghoa. Hanya sekedar ikut-ikutan. Saat ditanya, apakah punya teman Tionghoa ? Ia menjawab, tidak. Lantas apanya yang Cina ?. Ia menjawab : "Hapeku" sambil berlalu dan tak merasa bersalah :)

Pada Lao Teppada Ufe (PLTU) dan Rumus Rezki

Ada dua pemancing. Mereka punya peralatan yang sama. Umpan yang sama. Spot mancing yang sama. Namun perolehan ikan yang berbeda. Mengapa demikian ? Ada beberapa toko, menjual barang yang sama. Jam buka dan tutup yang sama. Namun mengapa pembeli lebih banyak di toko yang satu dari pada yang lainnya ? Beberapa orang mendaftar disebuah instansi. Mereka memiliki kualifikasi pendidikan yang sama dan dibutuhkan instansi tersebut. Namun mengapa yang satu diterima yang satu ditolak ?

Masih banyak contoh yang bisa kita temukan sehari-hari. Betapa banyak hal yang usaha manusia (secara relatif) kurang lebih sama, namun hasil yang berbeda. Bagaimana cara Tuhan membagi rezkinya kepada manusia ? Tentu banyak variabel. Pertama, secara umum adalah variabel person. Kedua, variabel person lain (masyarakat), Ketiga variabel alam. Dan terakhir variabel Tuhan
Pemancing sedang mempersiapkan peralatan
Fenomena adanya dua orang atau lebih yang melakukan hal sama namun hasil dibeda, disebut Pada lao teppada ufe' = Sama berusaha namun tak sama peruntungan.
Bagi sebagian orang, akan mengatakan "Rezki adalah rahasia Tuhan". Memang benar, bagaimana cara Tuhan membagi rezki pada hamba-hambaNya adalah hal rahasia. Tapi bukankah ada pengetahuan yang Tuhan beritahu pada hamba-hambaNYA tertentu dan tidak memberi tahu kepada hamba-hambaNYA yang lain ? Sehingga bagi yang lain (orang umum) menganggap hal itu rahasia.

Rezki pada dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut. Rezki sama dengan, upaya personal ditambah/dikurang hubungan antar manusia ditambah/dikurang faktor alam ditambah/dikurang

Rumus Rezki
Diketahui :
R = Rezeki
U = Usaha person yang bersangkutan
S = Silaturahmi/Hubungan antar manusia
A = Alam/Geografi/Cuaca dst
T = Hubungan person kepada Tuhan

Sesungguhnya Tuhan tidak akan mencipta seekor semut sekalipun jika DIA tidak menjamin rezki mulai proses penciptaan hingga kematian hambaNYA. Ada rezki yang gratisan, seperti udara, kesehatan, akal sehat, tubuh dan sebagainya. Ada rezki yang diperoleh dari usaha. Misalnya memanjat pohon untuk memetik buahnya. Ada rezki yang datang melalui perantaraan hubungan sesama manusia. Misalnya  pedagang yang punya banyak teman. Caleg yang terpilih karena punya nama baik, adalah contoh lain. Jika hubungan silaturahmi rusak, maka besar kemungkinan pintu rezki tertutup sedikit. Misalnya kita menjual barang campuran, namun pembelinya adalah orang yang pernah tersinggung. Maka pembeli akan memilih membeli barang (meski kita menjual barang tersebut), dari orang lain (meski harga lebih mahal). Kalau demikian, rusaknya hubungan silaturahmi akan menjadi faktor pengurang dalam mendapat rezki, demikian sebaliknya.

Adapun variabel alam juga berpengaruh. Sebagai contoh berkurangnya rezki penjual es dimusim hujan. Sebaliknya, rezki penjual es justru meningkat disaat siang hari yang panas. Atau contoh lain, dibulan purnama, ikan dilaut cenderung menyebar. Sehingga sulit bagi nelayan untuk menangkapnya. Akibatnya adalah kurangnya pendapatan nelayan dimalam purnama. Namun di awal atau akhir bulan (hijriah), penangkapan nelayan justru relatif melimpah dibanding bulan purnama.

Tuhan tentu punya "perhitungan" tersendiri selain variabel-variabel yang disebutkan diatas. Terkadang, Tuhan memberi rezki yang banyak kepada hambaNYA karena ingin melihat hambaNYA bersyukur. Sebaliknya terkadang Tuhan "mengurangi jatah rezki" kepada hambaNYA karena ingin melihatnya bersabar. (arm)

Silakan baca juga
7 Falsafah Mancing
Teknik Membeli Peralatan Pancing
Mancing Adalah Meditasi
Tips Memaksimalkan Mancing di Laut

Agama, Kelam*n dan Kenikmatan (AKK)

Bagi orang awam, agama tak lebih dari sekedar kumpulan aturan. Outputnya adalah taat dapat surga, membangkang dapat neraka. Namun bagi pejalan ruhani, agama melampaui itu. Agama adalah jalan yang ia telusuri untuk mendapatkan cinta Tuhannya. Outputnya adalah kenikmatan. Bagi pejalan ruhani, surga baginya adalah kenikmatan terendah, meski orang awam menganggapnya kenikmatan tertinggi. Kenikmatan duniawi dalam literatur agama, adalah kenikmatan yang harus diminimalisir untuk memaksimalisir investasi kenikmatan akhirat.

Lain halnya dengan kelam*n. Kelam*n tak lebih organ biologis untuk reproduksi. Namun, kelam*n mampu memberikan kenikmatan tertinggi yang pernah ada didunia. Kelam*n, adalah perwujudan material dari salah satu hasrat terbesar manusia, yaitu s*ks. Kelam*n tidak mempersoalkan agama. Ia tunduk pada dua hal yang berlawanan. Pertama, tunduk pada idealitas personal, apakah dalam bingkai agama atau norma. Kedua, tunduk pada hasrat luas yang tak akan pernah terpuaskan. Sehingga orang beragamalah yang mempersoalkan (atau mendapat persoalan) dari urusan kenikmatan yang diperoleh kelam*n.

Penyatuan langit dan bumi
Dalam agama, kelam*n harus ditertibkan dan dilegalisasi melalui pernikahan. Begitu kuatnya dominasi dan hegemoni agama dalam proses penertiban itu, sehingga terbentuk masyarakat yang secara sosial mentabukan persoalan kela*in.

Masyarakat hedonistik, adalah masyarakat yang menjadikan kenikmatan sebagai orientasinya. Entah itu melalui makanan, gaya hidup, hingga urusan kela*in. Masyarakat hedonistik, umumnya kurang menganggap agama sebagai hal penting. Sebab, mereka tidak menemukan kenikmatan dalam beragama.

Banyak orang hedon, menukar agama mereka karena persoalan k*lamin. Agama bagi mereka mungkin tak lebih dari kelengkapan syarat administrasi pernikahan yang diatur negara. Namun kalimat itu mungkin dianggap terlalu kasar dan tabu. Sehingga secara halus disebut "demi pernikahan yang sah". Padahal kalau mau dipikir, ujung-ujung dari pernikahan adalah untuk memperoleh kenikmatan yang terlegalisir.