Showing posts with label sejarah. Show all posts
Showing posts with label sejarah. Show all posts

PERSPEKTIF DALAM MEMANDANG SEJARAH

PERSPEKTIF DALAM MEMANDANG SEJARAH

Andi Rahmat Munawar


Setidaknya, ada dua perspektif dalam memandang sejarah. Pertama, sejarah secara ilmiah. Yaitu penikmat atau pemerhati sejarah berdiri netral dalam mengkaji sejarah. Pemerhati sejarah pada konteks ini, melepaskan diri dari kepentingan tertentu, seperti politik, pencitraan atau sejenisnya. Sebelum pemerhati sejarah memulai kajiannya, maka ia terlebih dulu menghilangkan asumsi-asumsi positif atau negatif yang mengarah pada keberpihakan tokoh sejarah. Sejarah, pada konteks ini tidak memosisikan benar salah pada pelaku sejarah.



Pemerhati sejarah akan berusaha mengumpulkan semua sumber sejarah, baik primer maupun sekuder. Kemudian mengkomparasi antara sumber-sumber sejarah yang ada. Kemudian menganalisis berdasar hukum-hukum kausalitas peristiwa sejarah tersebut. Sejarah dianggap bergerak dinamis akibat hasrat ekonomi dan politik individu atau masyarakat. Sehingga, analisis ekonomi politik selalu digunakan dalam kronologi pada sejarah.

Dalam mengkaji dokumen sejarah, selain ilmu-ilmu standar macam filologi, juga dibutuhkan pemahaman tentang analisa wacana. Sebab, meski sebuah naskah tergolong valid, namun sang penulis sejarah bisa saja memiliki maksud tersirat dibalik teks-teks yang disusunnya. Sehingga perlu bagi pembaca sejarah memahami, apa maksud tersembunyi dari penulis sejarah. Analisa wacana juga dibutuhkan dalam menganalisis tradisi tutur masyarakat.

Kelemahan mendasar perspektif ini adalah, sejarah akan hambar. Sejarah tak lebih rantai kausalitas belaka yang membentuk masa kini dan referensi untuk membangun masa depan. Sejarah tidak menyentuh jiwa penikmatnya. Namun kelebihannya adalah, kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan akan lebih akurat dan lebih jujur dalam memandang kehidupan.

Perspektif kedua yaitu sejarah secara psikologis. Pada konteks ini, penikmat atau pemerhati sejarah akan berpihak pada satu kelompok atau tokoh sejarah. Sejarah dipandang sebagai modal sosial yang mampu membangun semangat, kerekatan sosial serta keseragaman berpikir. Namun disisi lain, dapat menimbulkan sentimen, keretakan sosial serta penolakan terhadap penyeragaman berpikir.

Pada konteks ini, fakta-fakta sejarah yang ril, ditafsirkan sesuai kepentingan yang diinginkan. Jika ada fakta sejarah dianggap kurang menarik, maka akan disembunyi dan ditutup rapat-rapat. Tidak jarang, bukti sejarah bahkan dihilangkan.

Kelebihan perspektif ini adalah mampu membangun psikologi massa yang nantinya menjadi modal sosial yang mampu menggerakkan masyarakat. Namun kekurangannya, dapat menciptakan sentimen negatif pada tokoh/kelompok yang diposisikan antagonis. Sehingga dapat menjadi potensi konflik.

Pertanyaan mendasar bagi kita semua adalah, apa kepentingan kita dalam membahas sejarah ? Apakah hanya untuk sekedar tahu peristiwa masa lalu ? Atau ada maksud terselubung yang bisa dimanfaatkan secara politis nantinya ? Namun terlepas dari itu semua, niat akan mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Itu pasti.

Susunan Pemimpin Pra-Wajo dan Raja-Raja Wajo


Masyarakat Lampulung
Puang ri Lampulung
Masyarakat Boli
Puang ri Timpengeng
===================================================================



Kerajaan Cinnotabi
1. La Paukke
2. We Panangngareng
3. We Tenrisui
4. La Patiroi
5. La Tenribali dan La Tenritippe
===================================================================


KERAJAAN WAJO
Assijancingeng ri Majauleng (Perjanjian Pembentukan Wajo)
Batara Wajo
1. La Tenribali
2. La Mataesso
3. La Pateddungi to samallangi
AllamumpatuE ri Lapaddeppa (Deklarasi kemerdekaan orang Wajo)
Arung Matowa
1. La Palewo to Palippu (±1474-1481)
2. La Obbi Settiriware (±1481-1486)
3. La Tenriumpu to Langi (±1486-1491)
4. La Tadampare Puangrimaggalatung (±1491-1521)
Lowong 3 tahun
5. La Tenri Pakado To Nampe (±1524-1535)
6. La Temmassonge (±1535-1538).
7. La Warani To Temmagiang (±1538-1547)
8. La Malagenni (±1547)
9. La Mappauli To Appamadeng (±1547-1564)
10. La Pakoko To Pa’bele’ (±1564-1567)
11. La Mungkace To Uddamang (±1567-1607)
12. La Sangkuru Patau Mulajaji Arung Peneki Sultan Abdurahman (±1607-1610)
13. La Mappepulu To Appamole (±1612-1616)
14. La Samalewa To Appakiung (±1616-1621)
15. La Pakallongi To Alinrungi (±1621-1626)
16. To Mappassaungnge (±1627-1628)
17. La Pakallongi To Alinrungi (1628-1636),
18. La Tenrilai To Uddamang (1636-1639)
19. La Isigajang To Bunne (±1639-1643)
20. La Makkaraka To Patemmui (±1643-1648)
21. La Temmasonge (±1648-1651)
22. La Paramma To Rewo (±1651-1658)
23. La Tenri Lai To Sengngeng (±1658-1670)
24. La Palili To Malu’ (±1670-1679)
25. La Pariusi Daeng Manyampa (±1679-1699)
26. La Tenri Sessu (±1699-1702)
27. La Mattone’ (±1702-1703)
28. La Galigo To Sunnia (±1703-1712)
29. La Tenri Werung (±1712-1715)
30. La Salewangeng To Tenriruwa (±1715-1736)
31. La Maddukkelleng Daeng Simpuang Arung Peneki Arung Sengkang(±1736-1754)
32. La Mad’danaca (±1754-1755)
33. La Passaung (±1758-1761)
34. La Mappajung Puanna Salowo Ranreng Tuwa (1761-1767)
35. La Malliungeng (±1767-1770)
Lowong 25 tahun
36. La Mallalengeng (±1795-1817)
Lowong 4 tahun
37. La Manang (±1821-1825)
Lowong 14 tahun
38. La Pa’dengngeng (±1839-1845)
Lowong 9 tahun
39. La Pawellangi PajumperoE (±1854-1859)
40. La Cincing Akil Ali Datu Pammana Pilla Wajo (±1859-1885)
41. La Koro Arung Padali (±1885-1891)
42. La Passamula Datu Lompulle Ranreng Talotenreng (1892-1897)
43. Ishak Manggabarani Krg Mangeppe (1900-1916)
Lowong 10 tahun
44. A.Oddangpero Datu Larompong Arung Peneki(1926-1933)
45. A.Mangkona Datu Mario (1933-1949)
46. A. Sumangerukka Datu Pattojo Patola Wajo (1949)
47. A. Ninnong Datu Tempe Ranreng Tuwa Wajo (1949-1950)
===================================================================
MASA KEPALA PEMERINTAHAN NEGERI (KPN 1950-1957)
1. A. Pallawarukka Datu Pammana Eks Pilla Wajo 2. A. Macca Amirullah Eks Sullewatang Ugi 3. A. Pallawarukka Datu Pammana Eks Pilla Wajo ===================================================================
MASA BUPATI (1957-Sekarang)
1. A. Tanjong Eks Patola Wajo ===================================================================


PADDANRENG BETTEMPOLA
1.La tenri tau
2.La Malu To Angingraja...putra no 1
3.La Mallanginang/La Datuale....putra no 2
4.We Toase...putri no 3
5.La Obbi Settiriware (putra no 4...kemudian menjadi AMW 2)
6.To Angkone ...putra no 5
7.La PAturusi To MAddualeng putra La Tiringeng to taba
8.La Passampoi to sangkawana/Pilla wajo....saudara no.7
9.La Maddualeng to panisi ...putra no 7
10.La Palanynya to Palonynyo....putra no 9
11.We Tenriakkoreng...putri no 10
12.La Sekati to Palettei...putra no 11
13.La raulangi tosadapotto daeng lebbi...putra no 12
14.La Cobbo to Sai daeng situju....putra no 13
15.La MAsseleang ...saudara no 14
16.La Denratu ..sepupu sekali no 14
17.La Mallawa/La Mallibureng...saudara no 14
18.La Sangaji Petta Ladokkong...putra LA Tenriwerung AMW 29
19.La Sengngeng...putra no 18
20.La Tompi..putra no 19
21.We Kalaru...putri no 20
22.La Tatta rajadewa...saudara 21
23.La Tune Mangkau...saudara 21
24.La Pallawagau...putra 23
25.La Jamerro'....putra 24
26.La Akil/ La Kile'.....putra 25
27.A.Makkaraka....menantu 26
28.A.Sangaji...putra 27
---------zaman kemerdekaan-----
29.Datu Sangkuru
===================================================================
PADDANRENG TALOTENRENG
1.La Tenripekka....saudara La Tenri tau PBettempola.Sepupu sekali La Matareng PTuwa dan Lateribali Batara wajo
2.La Tenripeppang...putra no 1
3.La PAlewo to Palippu...putra no 2...kemudian menjadi AMW 1
4.La Pasellori...putra no 2,saudara no 3
5.La Mappanganro to Patempa...putra no 3
6.LA PAsampoi...putra no 5
7.Bissu loloe Makkaleppingnge...putri no 6
8.La Cella ulu....putra no 7
9.La Patikkeng to Parao...putra no 8 saudara La Mungkace AMW 11
10.We Dala...saudara no 8
11.La raulangi to Potto...putra no 9
12.La Sonrong to Allomo....putra no 11
13.La Mappedapi to Paewai...putra La Mungkace AMW 11 (sepupu sekali no11)
14.We Batari Toja...putri no 13
15.We Patappari...putri no 14
16.La Pasaung...putra 15,sepupu sekali La MAddukeleng AMW 31...kelak menjadi AMW 33 dan Datu Soppeng
17.La Tebba...putra 16
18.We Muddariyah Petta Mappalakkae...putri no 17
19.We Tenriesa...putri no 18 dengan suaminya Muh Arsyad PEtta Cambang Arung Malolo Sidenreng....
20.La PAtongai Datu Lompulle....saudara kandung no 19
21.La Koro Arg PAdali...ipar no 20...(kemudian menjadi AMW 41)....dizamannya dibentuk jabatan militer seperti JENERALA,KORONELE,MANYNYORO DAN KAPITANGNGE..
22.La PAssamula Datu Lompulle...putra no 20 (kemudian menjadi AMW 42)
22.A. SAmallangi Krg Tompoballa...putra La Patau Krg TAnete dan We PAcu (sezaman dengan Ishak MAnggabarani AMW 43)
23.A. Rumpangmegga Datu PAttiro putra La Onrong Dt PAttiro dan We BAcicu Arg Ganra 24.A.Makkulawu Datu Pattiro putra 23
25.A.Galigo putra 24
--------zaman kemerdekaan....
==================================================================

PADDANRENG TUWA
1. La Matareng...sepupu 1x dengan La Tenribali Batara Wajo I,La Tenritau RBettempola I dan La Tenripekka RTalotenreng I....ayah mereka masing2 bersaudara kandung....putra dari La Rajallangi Arung Babauwae dengan We Tenrisui Arg cinnotabi III
2.La tenri esa...putra no 1
3.We Tenrinamoreng...putri no 2
4.La Batupejje to Pasempe...putra no 3
5.We Pasempo...putri no 4
6.La Ompeng..putra no 5
7.La Ipa Gajangmalela....putra 6 dgn istrinya we sinalewa Datu Baringeng
8.La Mappapuli to Appamadeng...putra no 7..kemudian menjadi AMW 9 ibunya We Pennomata
9.La Sangaji/La tangngareng....putra no 7 (lain ibu dengan no 8) ibunya Arg Otting
10.La Bessi Arung Otting... putra no 9
11.La Mappepulu to Appamole....putra no 8 (kemudian menjadi AMW 13)
12.We Tenritiro Arg Sakkoli...putri no 11
13.We Jai ...putri no 12
14. La Mappajung puanna salowo....(kemudian menjadi AMW 34)....menurut saya,seharusnya beliau menjadi Ranreng tuwa bukan mengganti We Jai..tapi pada fase antara Batari Toja Rtuwa/Arumpone ke La Temmasonge RTuwa/Arumpone....sebab beliau sezaman dengan La Maddukelleng AMW 31....sedangkan bapak Drs.H.Palippui meletakkan beliau menjabat Ranreng tuwa sebelum We HAdijah (istri Arumpone La MAddaremmeng yang menjabat arumpone sekitar tahun 1620an).....
15.La Paturusi ...putra AMW 20 La Makkaraka...La Makkaraka menjadi AMW sekitar tahun 1643-1648....sementara beliau diletakkan sebelum We Hadiijah
16.We Hadijah Arumpugi...putri no 13 dgn suaminya La Pakallongi To Allirungi AMW 26 dan 16
17.La PakokoE Arg Timurung....putra no 16
18.La Patau Matanna Tikka...putra no 17 (kemenakan La Tenritatta Arg Palakka)
19.Batari Toja daeng Talaga....putri no 18 dgn istrinya We Ummung Datu Larompong,Arumpone,Datu Soppeng,Datu Luwu
20.La Temmasonge to Appaseling....putra no 18/saudara no 19.Arumpone,Datu Baringeng
21.We Rana...putri no 20 dgn istrinya Sitti Habiba
22.We Hudaya....putri no 21 dgn suaminya La Tokong Arg Palekoreng (wilayah talotenreng)
23.We Amira....putri no 22
24.La Pawellangi Pajumperoe....putra no 23 dgn suaminya La Pabeangi
25.We Panangngareng....putri 23/saudara kandung 24
26.Abdul Mutalib (talebe ali arg ujung) ....suami no 25.putra La Unru Arung Ujung bin Muh.Arsyad Petta Cambang dengan istrinya We Muddariyah Ranreng talotenreng 18
27.We Palettei....putri no 25-26
28.La Mappanyompa Arung Ujung...putra no 25-26/saudara kandung 27
29.A. Ninnong Datu Tempe....putri no 28 dengan Istrinya We Dalatongeng binti La Panguriseng Adt sidenreng
30.A.Walinono Arung Wage....putra A.Makkulawu Ranreng Talotenreng 24
------------------zaman kemerdekaan---------------------------
==================================================================
PABBATE LOMPO - PILLA
1.To Angkone....putra La obbi AMW 2.....eks R.Bettempola
2.We Tejjo....istri La Paturusi To MAddualeng R.Bettempla
3.La Pasampoi To sangkawana
4.We Palemmai...putri no 3
5.La Kitta baja (La Pakkitabaja)....sezaman AMW23 La Tenrilai tosengeng
6.La TEmmalolle...putra We Tenriakkoreng MajjumbaE/Arung Betteng Mallajangnge... (urutan pejabat Pilla masih perlu dikoreksi bersama,..tabe)
7.La Panaungi...putra no 6
8.La Barasia...menantu no 7
9.We Pattola...putri no 8 dgn istrinya We sengngeng Arg Tempe
10.La Pallawagau Arg Maiwa/Arg Tempe/Dt Pammana....putra La Paulangi/Pawellangi Arg Maiwa Petta Janggo....dengan istrinya We Tenri Abang Arg Tempe.....sezaman AMW 31 La Maddukkelleng....berjuang bersama melawan VOC dan sekutunya.....nampaknya PILLA mulai terpisah dari keluarga Bettempola dan menjadi milik keluarga Pammana
11.We tenribalobo Dt Pammana.....putri no 10 dengan istrinya We Abang Arung Pattojo (soppeng?)
12.we Sompa Dt Pammana....saudara kandung 11 (istri La Wawo Addatuang Sidenreng)
13.La Tenri Dolong to Lembae Dt Pammana...saudara kandung 11
14.We Mappanyiwi daeng Take'na Dt Pammana...saudara kandung 11
15.La Manunjengi Krg Katangka....(putra Muh Arsyad Petta Cambang denga We Nomba Dt Pammana yang tidak merangkap pilla)
16.La Maddaremmeng....putra La Wawo Adt Sidenreng dengan We Sompa Dt Pammana
17.La Tabbusassa Krg Katangka....(Putra Muh Arsyad Petta Cambang dengan We Mappanyiwi Dt Pammana Pilla wajo)
18.La Cincing Akil Ali Krg Mangeppe....putra muh arsyad petta cambang dengan We Nomba/saudara kandung no 15...kemudian menjadi AMW 40
19.La Cabamba/La Tenrisompe....putra no 15 dgn istrinya We Rompegading Krg Ballalompo
20.A.Paula....putra no 15
21. A. Pallawarukka...putra La Mappanyompa Maddanreng Pammana bin La Oddangpero dengan istrinya A. Batari Datu gilireng...
-------------------------------zaman kemerdekaan--------------------------
- 22. A. Syahrazad Pallawarukka

==================================================================
PABBATE LOMPO - PETTA CAKKURIDI E
(yang sempat tercatat dan masih perlu dilengkapi)
1.La PAttikkeng to Paroi .... putra La Cella ulu Ranreng talotenreng 8...juga menjabat ranreng talotenreng 9
2.To Kare....putra La Mappapuli to appamadeng AMW9
3.Dak Waoja....putri no 1
4.Dak Wanua....putri no 3
5.La Massenungeng to Marilau....putra no 2 dengan istrinya ARUNG GILIRENG...(disini awal terwariskannya Cakkuridi ke rumpun Gilireng)
6.To Angke...putra no 5 dengan istrinya Arung Keera
7.La Pedapiri...putra no 6
8.La Sampenena/LaSampenno to Samallangi Petta Labattoana (yang besar orangnya????) putra La raulangi Ranreng Bettempola 13
9.La Cano Pt Lampe Uttu putra La Borahima ARUNG GILIRENG dan istrinya We tenrionang ARUNG RAPPENG
10.La Panyorongi....(belum diketahui...sezaman AMW 30-31 LA Salewangeng - La Maddukkelleng)
11.We Caba/Cabamba (istri La Maddukelleng AMW 31) putri ARUNG BELAWA....
12.We Tenriawaru...putri no 11
13.we Pawennei/we Palettei.....istri La Tombong to Massakuta Patola wajo bin AMW 31
14.To Allomo ....putra no 11 dgn suaminya arg kawerang
15.La Tulu Datu Gilireng...putra no 14 dgn istrinya We Tenripasabbi Datu GILIRENG
16.We Nomba Datu GILIRENG...putri no 15 dgn istrinya We Dalatikka Krg BALLAKACAE
17.La Maddukkelleng Dt Gilireng...putra no 16 dgn suaminya La Tenrioddang/Oddangpero AMW 44
18. A. Batari Dt Gilireng....saudara no 17
19. A.Makkulawu...(bupati pertama Pinrang)
----------------zaman kemerdekaan---------
===================================================================
masih dalam proses penelusuran dari berbagai sumber, sehinggaperlu dilengkapi terutama Patola
Andi Rahmat Munawar

DEMOKRASI DAN EVOLUSI SISTEM PEMERINTAHAN DI WAJO : REFLEKSI 610 TAHUN WAJO


Pendahuluan
Dalam Lontara Sukkuna Wajo (LSW) tercatat bahwa awal masyarakat Wajo adalah imigran dari berbagai daerah sekitarnya. Mereka bertutur menggunakan bahasa Bugis. Disekitar danau Lampulung mereka membentuk komunitas tanpa kelas. Pemimpinnya adalah seseorang yang memiliki kemampuan supranatural dan diplomasi. Tercatat Puang ri Lampulung dan dilanjutkan oleh Puang ri Tippengeng sebagai pemimpin komunitas ini yang tidak membangun dinasti sebagaimana To Manurung.

baca : 


Setelahnya, La Paukke, keturunan Datu Cina (Pammana) membentuk kerajaan dari sisa komunitas tersebut. Kerajaannya dinamai Cinnongtabik dan mengangkat dirinya sebagai Arung Cinnongtabik I. Saat Arung Cinnongtabik III, dibentuk lembaga perwakilan masyarakat. Matoa-matoa mewakili masyarakat berdasar profesi. Matoa Bettempola mewakili kaum petani, Talotenreng mewakili penyadap tuak. Dan Matowa Tuwa mewakili nelayan. Mereka senantiasa bermufakat (assipetangngareng) dalam memecahkan persoalan bersama.

Hingga Arung Cinnongtabik V, kerajaan Cinnongtabik dipimpin 2 orang bersaudara sekaligus. La Tenribali memimpin dengan bijak, tidak sebagaimana adindanya La Tenritippe. Akibatnya terjadi kegoncangan dan menyebabkan berakhirnya dinasti Cinnongtabik.

Hal ini menjadi awal kerajaan Wajo. Melalui kontrak sosial dibawah bayang-bayang pohon bajo (wajo-wajona pong bajoE), Wajo menjadi nama kerajaan yang berdiri diatas sisa Cinnongtabik. Sebagai kelanjutan Cinnongtabik, Wajo mengikuti tradisi asipetangngareng dan sistem perwakilan masyarakat.
Pada masa Batara Wajo I dan II, masyarakat hidup dalam ketentraman. Namun saat Batara Wajo III, justru melakukan hal tercela. Beliau diperingatkan tapi tidak digubris. Akhirnya masyarakat mengeksekusinya.

Efeknya kemudian adalah terjadinya Vacuum Of Power. Setelah melewati proses yang rumit, akhirnya lahir perjanjian Lapaddeppa. Poin pentingnya adalah deklarasi kemerdekaan orang Wajo (Maradeka To Wajo E). Kemudian supremasi hukum (Ade’na Na Popuang).




Perubahan mendasar terjadi pada sistem kenegaraan. Corak Monarki Absolut yang melekat pada Batara Wajo berubah menjadi Monarki Konstitusional pada Arung Matowa Wajo. Arung Matowa bukanlah Raja tertinggi, sebab dipilih oleh keenam Raja lainnya. Arung Matowa berfungsi sebagai koordinator dari enam raja utama (Arung Ennengnge). Arung Ennengnge terdiri dari tiga Ranreng dan tiga Pabbate. Ranreng membawahi Limpo dan Pabbate adalah pemegang Panji.


Mereka antara lain Ranreng Bettempola, Ranreng Talotenreng, dan Ranreng Tuwa. Sementara jabatan Pabbate Pilla, Patola dan Cakkuridi dimunculkan pada zaman Arung Matowa IV La Tadampare puangrimaggalatung atas saran Datu Luwu Dewaraja
Struktur yang bertambah adalah Matowa Pabbicara sebanyak 30 orang yang dibawahi oleh tiap Ranreng. Ditambah Suro Palele Toana masing-masing 1 orang tiap Limpo. Dari hal ini menjadi Arung PatappuloE (40 Penguasa) yang menjadi pemimpin di Wajo.
Satu hal yang menarik adalah selama kepemimpinan Arung Matowa hampir tidak ditemukan pewarisan dari ayah ke anak. Hal ini dikarenakan orang Wajo menolak kepempinan yang semata-mata faktor genetis, tapi berdasarkan kemampuan yang dipilih oleh Arung Ennengnge dan Arung Patappulo.


Selain itu, penggabungan kerajaan lain dalam Wajo senantiasa diberi hak otonomi dalam mengelola daerahnya. Wajo sebagai kerajaan induk tidak mencampuri adat kerajaan bawahannya. Tetapi Wajo bersedia memberi bantuan jika diperlukan. Adapun yang diminta Wajo sebagai kerajaan Induk bukanlah upeti. Akan tetapi sekedar pengakuan pada Wajo dan memilih untuk berada dalam koordinasi salah satu Limpo yang dipimpin oleh Ranreng. Juga kesertaan apabila Wajo terlibat perang dengan kerajaan lain.



Hubungan Ekonomi dan Politik

Keberpihakan Wajo pada Gowa pada perang Makassar 1667 ditebus dengan harga mahal. Tosora, ibukota Wajo dibumi hanguskan dan Wajo dipaksa membayar upeti dan denda perang. Pada saat itulah gelombang imigrasi orang Wajo dimulai.


Setelah beberapa dekade, Arung Matowa La Salewangeng memperkuat aspek ekonomi Wajo. Pada zamannya, dibentuk semacam koperasi dan pedagang diberi bantuan. Pelan tapi pasti, akhirnya terbentuk kelas ekonomi baru. Wajo memasuki masa kapitalisme tradisional, sehingga corak feodalismenya agak berbeda dengan daerah lain. Untuk itu dibutuhkan sistem yang lebih rapi. Lahirnya undang-undang pelayaran Amanagappa adalah efek langsung dari hal ini.

Baca : 


Akhir abad 19, La Koro Arung Padali Arung Matowa Wajo merombak sistem militer tradisional. Pilla, patola dan cakkuridi lebih dijadikan simbol. Disisi lain dibentuk militer dengan kepangkatan seperti Petta Jenerala, Petta Kolonele, Manynyoro’, dan KapitangngE. Sementara untuk mengendalikan lili’ (vassal) diangkat Sulewatang sebagai perpanjangan tangan langsung Arung Matowa. Artinya, kepengikutan lili’ bukan lagi pada salah satu dari tiga limpo, tapi langsung pada Arung Matowa. Wajo mengarah pada Monarki Absolut, setelah La Koro mengangkat dirinya Batara Wajo.
Setelah keretakan pada lembaga Arung Patappulo, Wajo semakin melemah. Saat Rumpa’na Bone tahun 1905, Wajo mengirim pasukan untuk membantu Bone melawan Belanda. Kekalahan Bone berarti Wajo turut menanggung denda perang kepada Belanda.
Setelah Belanda bercokol di Wajo, sebagaimana kerajaan sekitar, sistem pemerintahannya dirombak. Kerajaan Wajo dibawahi oleh Controleur Belanda sebagai Onder Afdeling Wajo. Jabatan Arung Matowa yang pada mulanya sebagai koordinator Arung Enneng dinaikkan menjadi atasan Arung Pattappulo, termasuk Arung Enneng. Para Ranreng dan Pabbate, dijadikan semacam kepala dinas.
Perombakan ini tentu dimaksudkan untuk memudahkan pemerintah kolonial mengendalikan kerajaan-kerajaan lokal, terutama Wajo. Akan tetapi sejarah berkata lain. Bersama pejuang dari daerah lain, pejuang Wajo menggabungkan dirinya dalam LAPRIS. Hal ini menjadi cikal bakal integrasi dalam RI.

Integrasi
Integrasi pada Republik Indonesia Serikat adalah periode transisi dari kerajaan ke kabupaten. Sejak pengunduran diri Arung Matowa Andi Mangkona tahun 1949, Wajo terus mencari bentuk. Hingga keputusan pemerintahan Soekarno tahun 1957, Wajo menjadi salah satu kabupaten dalam wilayah provinsi Sulawesi.
Selama pemerintahan Orde Lama dan Baru, demokrasi orang Wajo mencari bentuk baru. Penyebabnya adalah proses adaptasi pada sistem pemerintahan Republik yang tergolong baru. Apalagi di zaman Reformasi ini. Bersama seluruh bangsa Indonesia, orang Wajo terus belajar berdemokrasi. Meski demokrasi adalah tradisi mereka yang pernah ada dan lebih dahulu dari bangsa penjajah yang kini berceloteh tentang demokrasi.

23 Maret 2009

PESAN LA WANIAGA ARUNG BILA (SOPPENG)

Bagi mereka yang masih lajang dan masih memilih calon pasangan hidup, tak ada salahnya untuk membaca pesan dari La Waniaga Arung Bila. Beliau adalah salah satu intelektual Bugis dimasa lalu, tepatnya dari Soppeng. Pesan beliau juga tepat bagi siapapun yang belajar mengintrospeksi diri untuk pengembangan kepribadianBerikut ini petikan dari lontara soppeng yang ditransliterasi dan diterjemahkan.

Contoh naskah lontara 
Makkedatopi Arung Bila, eppa tanranna to madeceng kalawing atie. Seuwani, pessu ada napatuju ; maduwanna, matu I ada na sitinaja ; matellunna, duppai ada napasau ; maeppana, molai ada napadapi

Terjemahan
Berkata pula Arung Bila, ada empat tandanya orang yang baik bawaan hatinya :
1) Mengucapkan kata yang benar.
2) Menyebut kata yang sewajarnya.
3) Menjawab dengan kata berwibawa.
4) Melaksanakan pembicaraan mencapai sasarannya

Makkedatopi Arung Bila, eppa tau temmaka riyewa siyabbineng. Seuwani, to liluwe sakka mana; maduwanna, malae olo natanniya olona ; matellunna, mabbeyangnge ana ; maeppana, to maja appongengge na maja pangkaukeng

Terjemahan
Berkata pula Arung Bila, ada empat macam orang yang tidak baik dijadikan teman menanam benih (berumah-tangga) :
1) Yang serakah mencari warisan
2) Selalu mengedepankan diri padahal bukan tempatnya
3) Mengingkari anak
4) Berasal dari orang yang buruk asal usulnya dan buruk perilakunya

Semoga bermanfaat

Disarikan dari buku Pappasenna Arung Bila
Dihimpun oleh H.A.Ahmad Saransi, M.Si dan Dra. A.Bunga Untung

14 Juli 2010