Showing posts with label Renungan. Show all posts
Showing posts with label Renungan. Show all posts

REFLEKSI ULANG TAHUN

Tak terasa waktu terus berjalan

Hari ini, genap 35 x 365 hari + (8 hari tahun kabisat)

Banyak yang berubah

Banyak yang memberi ucapan selamat

Terimakasih semuanya

Semoga esok semakin baik

PENGANTAR MEMAHAMI MITOLOGISASI TOKOH SEJARAH

Pada dasarnya, tiap zaman melahirkan tokohnya sebagai manusia besar. Individu yang memiliki pemikiran visioner, tindakan yang mempengaruhi masyarakatnya yang selalu dikenang sepanjang sejarah. Masyarakat setelahnya pun memujanya sebagai pelepas kerinduan akan sosok manusia sempurna pada konteks tertentu. Dalam artian bahwa, perlunya idola hadir pada masyarakat sebagai motivator yang terintegrasi dengan paradigma individu. Maka dengan adanya kondisi demikian, seorang tokoh sejarah yang telah meninggal puluhan,ratusan bahkan ribuan tahun lalu, akan tetap hidup dalam memori kolektif masyarakat.

Ketika masuk dalam kajian sejarah, maka terkadang terjadi kontroversi tentang seorang tokoh sejarah. Untuk memudahkan pemaparan, maka ada baiknya kita melihat skema berikut :



Tentu seorang individu (selain Tuhannya sendiri) lebih memahami dirinya dibanding orang lain, apalagi orang yang hidup ratusan atau ribuan tahun setelahnya. Aktivitas, perilaku, tutur kata dan tindak tanduk orang tersebut akan dicatat atau dituturkan. Secara umum, pencatatan sejarah (meski tidak terlepas dari subyektifitas penulis) dianggap lebih valid ketimbang tradisi tutur (yang lebih rawan terhinggapi subyektifitas penutur.

Seorang peminat atau penggali sejarah, (jika tokoh sejarah bersangkutan telah meninggal) maka akan menemukan skrip atau kisah tentang tokoh sejarah tersebut (yang sudah bercampur dengan subyektifitas penulis/penutur). Hal itu yang kemudian membentuk asumsi dasar terhadap tokoh sejarah tersebut. Biasanya sulit menemukan asumsi berimbang. Kalau tidak sekalian dipuja bak dewa, sekalian dicaci bak iblis. Kalau tidak sekalian ditutupi kekhilafannya (entah sengaja atau pura-pura tidak tahu), sekalian dihujat habis-habisan (seolah tak punya kebaikan sedikit pun).

Kita gunakan skema tersebut untuk menganalisis tokoh. Kita pinjam Kartini sebagai sampel.

1)Tentu Kartini yang lebih memahami dirinya ketimbang orang lain. Pada titik ini, Kartini sebagaimana adanya, tanpa ada tafsiran, tanpa ada asumsi. Asli Kartini.

2)Kita dapat gambaran melalui tulisan yang berisi gagasan atau perasaan Kartini yang terdokumentasikan. Kita juga bisa mendapat gambaran bagaimana ketokohan kartini melalui tradisi tutur saksi sejarah.Pada titik ini, terkadang bermain subyektifitas penulis/penutur. Bisa jadi penulis/penutur hanya menekankan atau mengulang sisi positif dan abai terhadap sisi negatif. Sebaliknya bisa jadi penulis/penutur yang mengangkat sisi negatifnya saja.

3)Melalui data yang terdokumentasi maupun tuturan tersebut (yang telah berat sebelah model penulisan atau penuturannya) diolah sedemikian rupa sehingga membentuk asumsi "Kartini" dalam benak seseorang. Tentu, akan berbeda Kartini sebagaimana dirinya, "Kartini" dalam dokumen, "Kartini" dalam kisah tutur, dan "Kartini" dalam benak seseorang.

4)Pada titik ini, ketika ditransformasikan pada ranah sosial, dimana ada proses hegemoni pemikiran sehingga membentuk mitologisasi. Hegemoni itu bekerja secara halus. Mulai dari bagaimana Mister Abendanon mengumpulkan surat Kartini (yang dianggap citra ideal perempuan hindia belanda) untuk dijadikan bacaan publik dalam bentuk buku. Lalu, melalui musik, Wr Supratman mengelola citra Kartini. Melalui rezim orba, lagu itu dipaksa untuk diajarkan disekolah untuk dihafal plus posternya dipasang didinding kelas (sampai sekarang kalau ada orang belajar memainkan alat musik, biasanya lagu pertama yang dimainkan adalah ibu kita kartini, do re mi fa sol mi do dst). Dilanjutkan dengan ritual tahunan tiap 21 April untuk bermode bak kartini dengan sanggul dan kebayanya. Dilanjutkan dengan cocologi Kartini, misalnya lomba lari maraton putri memperebutkan piala kartini (emang kartini suruh perempuan lari maraton?)

Pada titik ini, (kalau kita mau jujur dan obyektif) kita akan temukan ketimpangan antara KArtini selaku person, dan Kartini selaku mitos. Mitos ini bekerja dialam bawah sadar individu akibat proses hegemoni pemikiran. Sehingga memang perlu data-data historis yang cukup, analisa yang rasional, serta jiwa yang besar untuk menerima fakta apa adanya, untuk dapat terlepas dari belenggu mitos tersebut. Namun disisi lain, mitos itu mampu membangun kesadaran masyarakat untuk diarahkan sesuai kepentingan tertentu. Misalnya, pedagang konde dan kebaya akan mendapat keuntungan dari proses kebayaisasi dan kondeisasi tiap 21 April yang masyarakat digerakkan dengan mitologi kartini dalam alam bawah sadarnya.===>ARM<===

PEMANASAN GLOBAL DAN KERUSAKAN ALAM

Tentu kita rasakan bersama, betapa suhu terasa semakin panas. Ini semua adalah peristiwa alam akibat dari perilaku manusia itu sendiri. Betapa tidak, konsumsi bahan bakar fosil dan industrialisasi selama seratus tahun lebih belakangan ini, menghasilkan konsentrasi CO2, CFC dan CO yang semakin banyak. Akibatnya adalah, terurainya tiga atom oksigen (Ozone O3) menjadi O2.

Sinar matahari yang seharusnya dipantulkan bumi ke ruang angkasa, dipantulkan lagi di stratosfer. Akibatnya, panas permukaan bumi naik. Terjadilah efek rumah kaca. Akibatnya, salju dikutub mencair, naiknya permukaan air laut dan efek-efek lainnya.

Memang telah banyak suara-suara dan organisasi yang berupaya dalam menyelamatkan bumi kita. Namun, nampaknya belum berhasil menekan tingkat kerusakan alam kita diberbagai sisi. Di laut, terumbu karang sebagai rumah berbagai spesies dirusak melalui bom ikan. Di darat, hutan sebagai paru-paru bumi juga habitat berbagai spesies, menjadi semakin menyempit akibat eksploitasi berlebihan. Setiap hari kita memakan sisa pestisida dimakanan kita. Muncul berbagai penyakit.

Salah satu sudut Indonesia di Sulawesi Barat
Kita harus kembali bercermin, tujuan penciptaan kita sebagai manusia yaitu khalifah di muka bumi. Benarkah kita telah menabur dan menebar kebaikan, atau justru merusak dan menumpahkan darah dimuka bumi.

Manusia adalah sebagian kecil dalam makro kosmos,manusia hanyalah mikro kosmos. Sebaliknya alam atau makrokosmos ada dalam diri manusia. Disinilah letak kekhalifahannya. Namun banyak manusia "tidak mampu menguasai alam dalam dirinya" sehingga alam diluar dirinya menjadi rusak. Nampaknya, telah terjadi dehumanisasi hebat dalam kurun 200 tahun terakhir.(arm)

Sekedar Curhat tentang Pengalaman mengelola grup FB tema budaya dan sejarah

Tulisan ini mungkin adalah kumpulan curhat. Ya kumpulan curhat tentang diskusi sejarah dan budaya di dunia maya. Saya tuliskan sebagai "tanda mata" bahwa setidaknya saya pernah beraktivitas dalam ranah tersebut.

Awalnya saya bersentuhan dengan internet saat Pelatihan Internet ditahun 1999 yang diadakan oleh Himpunan dikampus. Saat itu, orang yang menggunakan HP masih dihitung jari. Sedang pengguna "PAGER" disaat itu sudah dianggap keren dan hebat. Kartu perdana saat itu harga 600-700an ribu. Harga HP jauh dari terjangkau untuk mahasiswa seperti saya. Warnet pada saat itu masih mahal, sekitar 5000-7000/jam. Operating System masih pakai Windows 95. Sedang Windows 98 masih jarang yang pakai. Di saat itu Spek Komputer dengan memori 64 MB bisa disetarakan dengan 1-2 GB saat ini. Namun perkembangan teknologi informasi dalam dasawarsa ini sungguh luar biasa. Semua bergerak dengan cepat. Dan tentunya, secara tidak sadar, saya bersama jutaan masyarakat dunia telah memasuki era teknologi digital, era teknologi informasi, era internet, yang nantinya mempengaruhi pola interaksi masyarakat.

Tak lama, warnet bertebaran dan menjadi lahan bisnis baru. Pengguna internet bertambah drastis. Media chat, situs jejaring pun berkembang. Saya ingat ditahun 2005-2006, diskusi panas tema agama disalah satu room di Yahoo Grups. Berdiskusi di internet menjadi hal yang baru bagi masyarakat yang memasuki era baru. Saat itu saya sempat berpikir, dengan gaya hidup baru ini, budaya lokal akan semakin terkikis dan akhirnya hilang.

Saya termasuk orang beruntung, sebab pernah berada dilingkungan orang cerdas. Di saat itu, kita hanya cukup duduk manis di warung kak tina dan mendengarkan orang-orang cerdas berdiskusi. Jadilah saya pendengar sejati sambil mempelajari cara menyusun argumen serta pola pikir yang sangat ramai itu. Hingga suatu saat saya berkenalan dengan Facebook di awal tahun 2010.

Saat itu telah ada beberapa grup Sejarah dan Budaya. Saya pun tertarik untuk membuat grup Facebook dengan tema yang beda dan menggabungkan demokrasi intelektual yang pernah saya dapatkan dikampus saat dicerahi orang-orang cerdas disekitar saya. SAya juga terispirasi dengan salah seorang dosen Unhas yang mengatakan bahwa kita tidak perlu seperti Orde Baru, yang menyaring informasi dari luar. sebab kita adalah masyarakat demokratis. yang bisa kita lakukan adalah memperkaya pilihan orang lain tentang budaya kita sendiri. hingga hari ini, saya belum membantah pendapat dosen tersebut. Iya benar, kita tidak boleh melarang orang lain untuk tahu sesuatu. Namun sebaiknya kita memperkaya pilihan orang untuk tahu sesuatu, selanjutnya biarkan orang memilih apa yang mereka anggap benar

Pada mulanya saya mengkritik pengguna internet yang menyalahgunakannya. Namun saya berpikir, tidak sebaiknya orang dilarang untuk main poker atau judi di internet misalnya. Namun sangat bisa kita menawarkan sejenis pengetahuan yang baru bagi mereka sambil kita juga ikut belajar tentang sejarah dan budaya kita. Kita pahami, bahwa sistem pendidikan kita sangat kurang memediasi sejarah dan budaya lokal dalam kurikulum. Jadilah sekolah menjadi penghasil ilmuwan yang lupa sejarah dan budayanya sendiri. oleh karena itu, mari kita jalankan diskusi sejarah dan budaya secara demokratis.

pada awalnya, saya angkat topik sejarah terbentuknya kabupaten disulawesi selatan. ada yang ramai diskusinya adapula yang tidak. intinya SAYA INGIN MENGANGKAT SEMUA BUDAYA DISULAWESI SELATAN TANPA ADA YANG MERASA LEBIH JAGO DARI YANG LAIN. dalam proses itu saya banyak belajar. membaca beberapa naskah kemudian membandingkanya.mendapat beberapa teman yang juga memiliki kegelisihan yang sama hingga akhirnya......

nampaknya ada orang yang komplain dengan saya. ada yang menganggap tokoh sejarah bak dewa yang tak boleh dikritisi. yang siapapun lawannya dimasa lalu adalah penjahat,penjajah atau pengkhianat. Padahal, saya hanya bermaksud menawarkan perspektif lain. malah mulai ada gejala intimidasi. sungguh tidak seperti harapan saya. akhirnya saya sampai pada kesimpulan. bahwa daripada saya berkorban didunia sejarah dan budaya pada dunia maya namun tidak mendapat yang sepantasnya, maka ada baiknya saya undur diri. tentu setelah saya berkarya dan membantu orang lain berkarya. Paling tidak, saya telah berbuat semampu saya daripada orang-orang yang mengkritik saya. Mungkin "terimakasih" tak pernah cukup kepada mereka yang telah membagi ilmunya kepada saya.

Tanpa Judul #1

Tanpa Judul #1
Pernah dulu kita menatap matahari yang sama
Memeluk bulan yang sama
Berjalan diatas bumi yang sama
Dan duduk begitu dekat
Seolah tak ada hari esok yang misteri
Terima kasih atas masa lalumu
Karena kata-kata tak lagi bermakna
Terima kasih atas perjuanganmu
Karena kata-kata tak lagi bermakna
Kuberjalan meniti lorong-lorongku
Jalanku adalah jalan kesunyian
Skg,03:42 18-jan-2013

MERAH PUTIH

MERAH PUTIH
Kukibarkan Sang Saka Merah Putih 
Tanda kita telah merdeka 
Walau masih setengah tiang 
Sebab disana masih berkibar tiga warna 
Walau masih setengah tiang 
Sang Saka Merah Putih tetap kan kukibarkan 
Sampai tiga warna tak lagi berkibar 
Kemerdekaan menjadi nyata, bukan teori

Jangan larang kukibarkan bendera ini
Sebab tak banyak yang berani mengibarkan bendera ini
Tak banyak yang mau ambil resiko
Tertembak tentara tiga warna


Kecuali ada yang lebih berani Ada yang lebih tangkas Ada yang lebih cepat Ada yang lebih baik

Mengibarkan Sang Saka Merah Putih Maka dengan bahagia kuserahkan amanah ini

Apakah kalian kira, diatas Hotel Yamato ini aku puas sebab ribuan massa dibawahku ? 
Aku tertekan !!! 
Aku hanya berusaha menikmati perjuangan ini 
Toh nantinya 
Bung Tomo yang terkenal sebagai pahlawan 
Surabaya yang terkenal sebagai kota pahlawan 
Ketika bendera ini sudah berkibar dan aku telah turun dari puncak 
Hingga tidak ada lagi mengingatku 
Sebab itu tidak perlu 
Sebab aku hanya orang biasa 
Yang ingin membiasakan yang tidak biasa 
Yaitu berkibarnya Merah Putih dalam dada kalian 
Yaitu kemerdekaan hakiki bagi bangsa ini

Meski suatu saat tak ada lagi yang mengingatku 
Sebab itu tidak perlu
WLBL - 19 September 2012 8:30pm
Didedikasikan kepada La Banditong Sang perobek tiga warna di Hotel Yamato Surabaya

BUDAYA DAN NEGARA

BUDAYA DAN NEGARA
Budaya sebagai hasil perenungan dan pembiasaan pada komunitas, sejatinya milik komunitas bersangkutan. Terkadang anggota dari komunitas itu berada ditanah kelahirannya, terkadang mereka merantau menuju tanah yang ba ru bagi mereka. Pada saat itu, ingatan-ingatan terhadap aktivitas budaya ditanah kelahirannya akan direproduksi di tanah rantau. Budaya menjadi sangat penting dalam interaksi antar komunitas, sebab ia menjadi identitas yang dengannya seseorang bisa diidentifikasi asal komunitasnya. Karena budaya lahir dari perenungan dan pembiasaan, akhirnya ada standarisasi ideal yang berbeda. Inilah sebabnya mengapa tidak pantas menilai sebuah budaya dari budaya lain. Akan tetapi seharusnya implementasi nilai budaya dinilai standarisasi nilainya sendiri. Tiap budaya punya kekhasan dan nilai ideal tentunya.
Di negara - negara Eropa, kebanyakan berasal dari satu bangsa saja. Misalnya kerajaan Inggris yang menggunakan bahasa Inggris yang rakyatnya bangsa Inggris adalah satu negara tersendiri. Pun Jerman, Spanyol, Prancis, Belanda dan sebagainya. Ketika pola ini digunakan untuk melihat konsep nation di Indonesia, menjadi sangat sulit. Sebab lebih 500 suku dan bahasa yang ada di Indonesia.
Untunglah para bapak bangsa ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dimana keragaman diakui mutlak. Sehingga persatuan Indonesia bukan berarti penyeragaman, tapi pengakuan terhadap keragaman. Kalau kita melihat posisi geografis nusantara, sesungguhnya interaksi antar bangsa menjadi niscaya. Pertemuan dua samudera dan dua benua ditambah kekayaan alam menjadikan bangsa nusantara ini akan berinteraksi dengan bangsa lain. Hal ini kemudian menyebabkan adanya persilangan budaya antara komunitas nusantara itu sendiri disatu sisi, dan antar bangsa (cina, India, arab, parsi dan eropa) disisi lain. Indonesia sebagai negara, sejatinya terbentuk di akhir Perang Dunia II yaitu 17 Agustus 1945.
Setelah melewati proses selama sekitar 40 tahun, cita-cita untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda akhirnya terwujud. Indonesia berdiri dibekas wilayah Hindia Belanda. Sementara, Hindia Belanda berdiri dibekas kerajaan-kerajaan Nusantara yang ditaklukkan Belanda satu persatu. Berbeda dengan bangsa nusantara lainnya, mereka ditaklukkan oleh Inggris (kelak disebut Malaysia yang terpecah menjadi Brunei dan Singapura). Sebagian ditaklukkan Prancis (kelak disebut Vietnam dan Kamboja), Amerika Serikat (Kelak disebut Filiphina). Ada yang ditaklukkan oleh Portugis (kelak disebut Timor Leste).
Adapun Thailand, dengan politik diplomasinya mampu terbebas dari penjajahan Prancis maupun Inggris. Penduduk Nusantara yang beragam akhirnya terbentuk menjadi negara-negara, sesuai dengan siapa bekas penjajahnya. Bangsa Nusantara, yang berada di wilayah kepulauan sudah barang tentu adalah bangsa Maritim sekaligus bangsa Agraris. Akibatnya, tentu terjadi persentuhan, pertukaran budaya, pergesekan politik hingga kawin-mawin. Memang tidak semua, tapi interaksi itu sudah berlangsung jauh sebelum negara terbentuk. Hal ini mengakibatkan adanya titik-titik persinggungan antara satu budaya dengan budaya lainnya.
Tentu ruang ini terlalu sempit untuk membahas semuanya. Selain itu, kedatangan bangsa eropa sejak awal abad 15, yang diawali dengan kedatangan bangsa Cina, India, Arab dan Parsi telah banyak mewarnai kebudayaan nusantara. Kita angkat beberapa contoh kecil misalnya : makanan kita (bakso,bakpau,bakwan, bakpia, mi dan sebagainya) nyata-nyata merupakan makanan impor asal Cina yang telah dijadikan makanan nusantara. Belum lagi kari dan martabak yang asli India. Kalau kita melihat bahasa, betapa banyak serapan dari luar misalnya dari portugis (doMINGGUes = hari minggu), arab (isnaini=senin sampai ahad), Belanda (wingkel = bengkel, Contooir = Kantor ), Cina (Barongsai), India (hampir semua slogan yang berbahasa Sangsekerta). Ini kita belum bahas tentang epos mahabarata dan ramayana (yang telah diklaim punya Indonesia).
Sebuah even Budaya, Pesta Rakyat Wajo 28-31 Desember 2004
Kalau kita melihat agama, bahwasanya semua resmi adalah agama impor. Islam dari arab, katolik dan protestan dari Israel/Jerusalem. Hindu dan Budha dari India. Sedangkan kepercayaan nenek moyang kita, dengan angkuh kita sebut sebagai “animisme dan dinamisme” atau yang lebih jelek lagi “Penyembah Berhala”. Yang sedikit santun adalah “Kepercayaan pada Tuhan YME”. Nah, bagaimana peran negara, dalam hal ini NKRI ? Tentu kita harus kembali pada PANCASILA dan UUD 1945.
Kita bersyukur punya founding fathers (Tan Malaka dan Soekarno) yang berpikir sangat maju. Bahwa Indonesia yang dibangun dari bangsa Nusantara yang majemuk, mesti mengakui keragaman untuk membentuk negara yang adil dan makmur. Indonesia yang memiliki lebih 500 suku dan bahasa punya tugas yang sangat berat untuk memperlakukan anak bangsa secara setara, mulai bidang budaya, ekonomi, hukum, politik, agama dan sebagainya. Pengakuan terhadap keragaman, bukan sekedar slogan semata. Namun merupakan sebuah konsep yang mengharuskan ada sikap praktis dan egaliter.
Kalau kita persempit di bidang kebudayaan, seharusnya PANCASILA merepresentasi kearifan lokal yang tersebar di seluruh nusantara. Mungkin di era Founding Fathers kita yang berada pada kondisi perang tidak sempat untuk mengkaji semua budaya nusantara. Namun di era keterbukaan saat ini, bukan hal yang mustahil untuk merangkum semua kearifan lokal nusantara yang diabstraksikan menjadi nilai-nilai PANCASILA. Kita bersyukur, UUD 1945 telah diamandemen hingga empat kali. Dan dari beberapa kali amandemen tersebut, sudah tercantum pasal dan ayat yang nyata-nyata menegaskan peran pemerintah dalam menjaga budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Sikap reaksioner terhadap negeri tetangga yang konon “mencuri” budaya kita, menunjukkan lemahnya mental kita.
Sungguh tak elok mengkritik orang lain sementara sikap dan perilaku kita terhadap budaya kita sendiri kurang maksimal. Sebagai contoh, pada sektor kebahasaan, banyak bahasa daerah yang terancam punah. Tapi, adakah regulasi dan penerapan yang nyata tentang pelestarian bahasa daerah ? Kita marah ketika tarian diklaim negeri tetangga, tapi kita menikmati Boy Band Korea dan sama sekali tidak pernah mendengar tari Tor-tor sebelum media ribut-ribut memprovokasi kita.

CERITA LUGU PETANI YANG PADINYA DIPANEN TANPA SEPENGETAHUANNYA DAN BELUM WAKTUNYA

Kutuliskan cerita ini yang mungkin membosankan, membingungkan atau mungkin tidak perlu. Hanya sekedar catatan tentang sepenggal kisah para pelajar sekolah kehidupan yang belajar bertani. Yah sekedar catatan. Bukan untuk menyakiti perasaan siapapun. Sebab, tidak baik menyakiti perasaan orang lain. Dan lebih tidak baik pula jika mengobati perasaan yang sakit dengan cara menduplikasi sakit itu ke orang lain. Jadi, cerita ini hanya catatan. Yang semoga kelak, ada yang tertawa membacanya. Meski hanya satu atau dua orang.

Beberapa
pelajar sekolah kehidupan terbius dengan idealismenya. Hatinya selalu terbakar semangat, pikirannya dipenuhi gagasan-gagasan yang inovatif dan tak lazim. Para pelajar sekolah kehidupan selalu berbahagia dengan kemerdekaannya kini. Sebab dulu sebelum belajar di sekolah kehidupan, ia adalah orang yang terbodohkan oleh pembodohan dimasa lalu.

Pelajar ini sangat ingin membagi sedikit ilmu yang ia ketahui. Sekedar menduplikasi orang-orang yang berpikir maju dan menjadi insan merdeka. Merdeka bertuhan, merdeka berpikir, merdeka memilih jalan hidup. dan untuk itu, pelajar harus jadi petani. Ya, pelajar harus jadi petani.

Di sekolah kehidupan, dulu para pelajar hanyalah bibit yang disemai oleh pelajar sebelumnya. Akhirnya menjadi tunas dan menjadi padi yang dituai. Sekarang para pelajar itu bak gabah yang telah dipanen dan siap menabur bibit lagi.

Setelah itu, beberapa pelajar yang bertani memilih lokasi yang ia anggap cocok dijadikan sawah. Disemainya bibit sejak jam 8 malam hingga jam 8 pagi. Namun, beberapa pelajar itu ditugaskan membuka sawah yang lain. Sehingga tinggallah seorang petani menanam padi.

Waktu berjalan, proses berkembang. Bibit jadi tunas. Namun, belum waktunya dipanen, petani itu meninggalkan padi yang belum menguning itu. Padi itu mengkomplain, mengapa petani harus meninggalkannya. Bukankah itu berarti membiarkan badai merusaknya? Namun Petani berpendapat, padi yang dimanja takkan mampu menjadi padi yang merdeka. Petani sangat ingin menjadikan padinya sebagai padi yang merdeka. Merdeka bertuhan, merdeka berpikir, merdeka memilih jalan hidup.

Alhasil, padi yang belum menguning itu perlahan menguning. Padi itu memanen dirinya. Ia telah menjadi pelajar sekolah kehidupan yang tak lama lagi menjadi petani baru. petani baru hasil dari padi yang baru menguning ini ternyata lebih produktif dari petani sebelumnya. Sendiri ia menabur bibit banyak-banyak. Bahkan sangat banyak. Petani telah menjadi petani tua. Padi yang memanen dirinya telah menjadi petani baru. mereka sekarang sederajat. Sama-sama petani, hanya persoalan siapa yang lebih dulu saja membedakan mereka.

Lahan sempit itu telah menjadi lahan yang sangat luas. Petani tua itu hanya bisa berbangga sebab ia telah menjadi katalisator yang baik untuk petani muda yang jauh lebih produktif. Luar biasa, begitu gumannya dalam hati.

Seorang pelajar sekolah kehidupan yang lain datang. Ia adalah pelajar yang dulunya rajin bertani. Tapi sejak berpikir dinar, ia melihat padi adalah lahan bisnis dengan nilai 60 ribu perkepala. Segera ia mendekati petani muda itu.

Dulunya, petani tua itu pernah berpesan, ia tidak pernah bermusuhan dengan siapapun kecuali si Dinar. Sebab ia dulunya seperguruan di sekolah kehidupan. Tapi si Dinar selalu mencuri lewat pintu belakang, dan menilai usaha tani dengan dinar, sesuai namanya. Tapi petani tua itu selalu memberi kesempatan kepada petani muda untuk memilih. Sebab, memaksakan kebenaran berarti penjajahan. Memberi kemerdekaan berbuat, justru membiarkan kesalahan. Suatu pilihan dilematis bagi orang yang menganjurkan kemerdekaan seperti petani tua itu.

Si dinar tak punya sesen pun saham atas lahan yang luas itu. Namun karena keserakahan si dinar, ia menghasut petani muda. Mereka bersekongkol tanpa sepengetahuan petani tua untuk memanen padi yang belum waktunya dipanen. Demi 60 ribu perkepala.

Kini petani tua itu tinggal digubuk bersama anak istrinya. Ia sudah tidak peduli dengan bertani. Sebab buat apa mengerjakan sawah bertahun-tahun jika hanya untuk dipanen si dinar jika belum waktunya. Petani tua itu ingat pernyataan si Dinar yang ketika sok suci mengutip pernyataan manusia suci : Ujilah saudaramu dengan Dinar. Dan si Dinar tak ragu memakan saudaranya demi Dinar. Sejak itu, petani tua menganggap si Dinar adalah orang lain meski pernah belajar bersama disekolah kehidupan.

Petani tua tidak memusuhi petani muda. Malah ia ingin membantu petani muda itu agar sisa batang padinya yang belum dibakar setelah panen itu agar tumbuh kembali padi berikutnya dipohon padi yang sama. Tapi tak terkira apa yang hendak dikatakan dan dilakukan petani tua pada si dinar atas kekurangajarannya.

Sekedar tambahan, si Dinar adalah orang suci. Ia tak pernah bersalah meski ia telah merampok saudara-saudara seperguruannya disekolah kehidupan. Selalu ada alasan pembenar atas ketidakbenaran perbuatannya.

Kadang petani tua berpikir, jika ia berusaha agar petani muda menemukan kemerdekaannya justru kelak menjadi jalan menjadi budak si Dinar, maka akan lebih baik jika petani tua memperbudak si petani muda. Agar perbudakan pada petani muda menjadi hambatan bagi si Dinar memperbudak petani muda. Tapi petani tua berpikir, buat apa? Toh hidup ini hanya sekedar cerita tentang perjuangan padi-padi yang memerdekaan diri dari sawahnya. Sekarang, petani muda mereorientasi tujuannya. Apakah tetap menjadi budak setia si Dinar yang suka memangsa saudaranya, atau meluruskan kembali visi kemerdekaan seperti ketika petani meninggalkan padi agar padinya menjadi padi yang merdeka.

REFLEKSI RAMADAN DAN IDUL FITRI

Refleksi Ramadan dan Idul Fitri
Sejatinya, ramadan adalah bentuk kasih dan sayang Allah Swt kepada manusia. Dimana dalam dua belas bulan setahun, sebulan ramadan merupakan sebuah “program penyucian” dan “peningkatan kualitas emosional dan spiritual”. Seperti yang kita ketahui bersama, dalam bulan ramadan terdapat malam-malam lailatul qadar, yaitu malam-malam istimewa dimana pahala ibadah digandakan, mustajab untuk berdoa dan diaturnya takdir manusia dalam setahun kemudian.

Idealnya, “alumnus ramadan” yaitu orang yang benar-benar memaksimalkan ibadah dibulan ramadan selama sebulan adalah orang yang tersucikan, atau kembali fitri. Sehingga setelah dilengkapi dengan zakat, dan memenuhi angkasa dengan gemuruh takbir maka di tanggal 1 syawal orang tersebut telah diampuni dosa-dosanya. Wajar kemudian, mereka disebut sebagai orang yang meraih kemenangan. Yakni menang dalam peperangan melawan hawa nafsu, sebagai wujud jihad akbar.

Sejak dahulu hingga sekarang, ramadan selalu disambut dengan suka cita. Seiring dengan perkembangan zaman, arus modernisasi serta menguatnya pengaruh neoliberalisme, ramadan mengalami perubahan makna yang sangat substansial. Sehingga tak heran bagi kebanyakan orang, ramadan tak lebih dari sekedar momen kumpulan seremoni yang miskin makna.

Menjelang malam-malam terakhir ramadan, beberapa kelompok anak muda membunyikan petasan (istilah kasar yang dihaluskan menjadi kembang api), sebuah budaya jahiliyah yang dicangkokkan dalam budaya islam. Di salah satu sudut kota malah didendangkan lagu dangdut, remix seperti dimalam tujuh belasan atau tahun baru. Mereka seperti kerumunan orang mabuk, naik motor kesana kemari disaat orang masih tarawih, meledakkan petasan didepan mesjid. Mereka merasa sebagai orang yang layak disebut “pemenang” dan pantas merayakan hari kemenangan. Sungguh pemaknaan ramadan dan Idul fitri yang keliru. Sungguh pemandangan yang menyedihkan, generasi muda Islam seperti kehilangan spiritualistasnya dan tergantikan oleh syahwat hedonisme. Ironisnya di tempat lain, sekelompok orang tua sibuk memperdebatkan tentang penentuan 1 syawal dan seolah tak peduli dengan nasib generasi mudanya yang miskin pandangan dunia.

Media mempertajam persoalan kecil dan membesar-besarkan. Padahal dulu, perbedaan itu telah berjalan begitu alamiah dengan saling menghormati. Sementara media seolah kurang memberi porsi yang cukup untuk mengupas jahiliyahisasi generasi muda muslim.
Malam-malam terakhir yang seharusnya memperbanyak ibadah, justru memperbanyak maksiat. Betapa banyak anak muda yang pura-pura pergi tarawih tapi nyangkut ditempat gelap dengan pasangannya disaat orang salat tarawih. Betapa banyak uang dihamburkan untuk membeli petasan yang mengganggu mereka yang beribadah atau beristirahat. Betapa banyak bensin dihamburkan untuk balapan liar disaat negara ini kesulitan mensubsidi BBM bagi rakyat kecil. Sungguh pemborosan yang nyata bagi negara yang rakyatnya belum bisa dikatakan makmur.

Berbuka puasa, bukan lagi sebagai pemenuhan syarat atas sempurnanya puasa. Namun ajang balas dendam atas derita puasa disiang hari. Tarawih telah digantikan budaya jahiliyah. Takbiran yang selayaknya memenuhi langit dengan gemuruh takbir justru ajang kebut-kebutan yang bunyi knalpotnya memekakkan telinga. Malam yang harusnya hening menghantar kekhusukan orang yang beribadah justru bagai dimedan peperangan, letusan dimana-mana, bau belerang ala mesiu menusuk paru-paru.LAKSANA PARA JAHILIYAH MENYATAKAN PERANG TERBUKA KEPADA ORANG-ORANG YANG INGIN BERIBADAH DIBULAN RAMADAN DAN BERKATA : KAMI PARA SETAN YANG MENGIKAT KALIAN WAHAI ORANG-ORANG BERIMAN !!!!

Di daerah yang suhu politiknya meningkat, ramadan dan idul fitri adalah ajang narsisme. Dimulai dengan sedikit kata-kata mutiara, sang pujangga memperkenalkan diri sebagai pengurus organisasi dan memberikan ucapan selamat terhadap calon konstituen. Percetakan banjir order mencetak baliho gambar orang-orang yang nampak saleh dan semoga saja benar-benar saleh. Dengan pola sama, seseorang memperkenalkan dirinya (walaupun telah dikenal) sebagai pejabat atau pengurus. Sebuah bentuk komunikasi simbolik. Orang banyak disapa hanya melalui baliho. Untunglah dibeberapa tempat, beberapa orang gemar membuat acara buka puasa. Terlepas dari kepentingannya, tapi paling tidak ada usaha untuk berkomunikasi langsung dengan orang banyak serta paling penting mensedekahkan sebagian hartanya untuk berbuka puasa.

Sebelum kita merasa menang di hari kemenangan, ada baiknya kita merefleksi diri. Jujur pada diri sendiri dan jujur pada Tuhan. Bahwa mungkin capaian ibadah kita belum maksimal. Sambil berharap semoga masih mendapatkan ramadan tahun depan dan bisa menjalaninya dengan baik. Kalau pun kita merasa bahwa capaian ibadah kita maksimal, maka itu akan terefleksi melalui tindakan kita 11 bulan kemudian.
Ada dosa selama ramadan yang berat. Yaitu aksi pembiaran terhadap budaya jahiliyah yaitu petasan alias kembang api yang tidak sesuai dengan syariat Islam serta aturan negara. Dimana budaya jahiliyah ini sangat merusak generasi muda, menganggu orang-orang yang beribadah, meracuni sikap saling menghargai, memupuk ultra egoisme, tak menghargai lagi agamanya. Beratnya dosa ini karena “sang pembiar” telah berpartisipasi atas kerusakan moral dan penghancuran spiritual generasi mudanya.
Selamat tinggal ramadan, selamat tinggal idul fitri. Engkau tahu betapa tersia-siakannya dirimu. Disaat seharusnya orang-orang memperbanyak amal ibadah, justru orang memperbanyak dosa dan maksiat. Satu pesan bagi para pemimpin dan calon pemimpin. Bahwa negara ini berdasar pada Ketuhanan yang Maha Esa. Benar Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara jahiliyah. Pembangunan bukan hanya menjadikan pendapatan perkapita, pembangunan infra struktur, layanan pendidikan dan kesehatan sebagai indikator pembangunan. Tapi paling penting adalah pembangunan emosional dan spiritual anak bangsa. Entah apa yang terjadi 30 tahun kedepan jika jahiliyahisasi ini masih dibiarkan. Dan apa juga guna keberhasilan pembangunan material jika tidak diimbangi pembangunan non material.

Kami anak bangsa yang rajin bayar pajak dan beragama, mohon kebebasan kami menjalankan ibadah dijamin tanpa ada suara petasan yang menganggu kami. Sebab tak ada jaminan bagi kami untuk bertemu kembali dengan ramadan berikutnya. Tolong, dimengerti bahwa PETASAN ADALAH BUDAYA JAHILIYAH. Jangan biarkan BUDAYA JAHILIYAH menghancurkan generasi muda bangsa ini.

SURGA DUNIA DAN SURGA AKHIRAT

SURGA DUNIA DAN SURGA AKHIRAT
Sebuah kisah imajiner futuristik

Berderet antri milyaran anak manusia dalam waktu ribuan bahkan jutaan tahun begitu menggelisahkan jiwa ini. Namun ketika sampai didepan mizan, aku begitu gemetar. Betapa tidak, amal yang kubawa begitu sedikit sedangkan dosa begitu banyak. Sementara tak ada lagi kesempatan untuk bertobat.

Seorang malaikat membentakku. Amalmu begitu sedikit, dosamu begitu banyak dan tempatmu adalah dineraka abadi dalamnya. Aku begitu sedih, sebab mana mungkin insan lemah ini mampu menanggung dahsyatnya siksa neraka. Namun tidak ada jalan untuk memprotes keputusan itu. Inilah hasil rekapitulasi perhitungan amal dan dosa yang paling valid didunia. Lagipula tidak ada mahkamah konstitusi akhirat tempat kita meninjau ulang hasil rekapitulasi tersebut. Malaikat sudah siap menggiringku ke neraka yang setitik apinya itu bisa memusnahkan langit dan bumi ini.

Allah pun berfirman : kuperintahkan engkau wahai pendosa untuk masuk neraka berhubung amalmu sangat sedikit dan dosamu luar biasa banyaknya.

Aku pun berkata : sudah sepantasnya dengan keadilan-MU pendosa ini menjadi penghuni neraka dan sangat tak pantas seorang pendosa masuk surga-MU. Namun mana mungkin insan lemah ini menanggung siksa neraka-MU wahai yang Maha Perkasa.

Allah pun berfirman : catatan amalmu sungguh tidak layak untuk membuatmu mencium bau surga apalagi masuk surga-KU. Namun, AKU menanyakan pada kekasihKU Muhammad SAW, apakah dia rela memberikanmu syafaat.

Aku hanya pasrah dan berharap, seseorang yang selalu kurindukan tapi kutinggalkan sunnahnya datang memberiku syafaat. Untungnya disaat kritis itu datang Rasulullah. Kubersimpuh didepannya dan mencium kakinya. Ya rasul, seandainya seluruh amalku bisa ditukar, saya hanya ingin menukarnya dengan mencium tapak kakimu yang suci. Itu jauh lebih mulia daripada semua amal ibadahku didunia.

Entah apa pertimbangannya, yang jelas Rasul memberiku syafaat. Dan memang saya tidak berharap amal yang sangat sedikit ini dapat membalas kasih-sayangNYA yang tak terhingga, apalagi bercita-cita masuk surga.
Rasulullah pun mengharap kasih-sayangNYA agar mengampuni dosa-dosaku yang sungguh luar biasanya banyaknya. Allah pun rela dengan permintaan kekasihNYA.

Namun Allah SWT bertanya padaku : Jika engkau Kumasukkan dalam surgaKU, maka surga apa yang engkau pilih.

Aku menjawab : Sedangkan tidak merasakan siksa neraka MU adalah nikmat yang luar biasa. Apalagi untuk merasakan nikmat surgaMU. Namun sungguh aku tak pantas bersama Rasulullah, para Nabi, para Awliya disurga paling tinggi. Aku hanya ingin agar tak merasa panasnya siksa neraka, walaupun itu adalah surga terendah. Itu adalah anugrah yang tak terhingga bagi pendosa seperti aku, wahai Pemilik langit dan bumi.

Allah Swt berkata : baiklah kalau begitu, apakah engkau ingin AKU beri kekuasaan 5 kali lipat manusia yang paling berkuasa di bumi ?

Aku menjawab : bagaimana mungkin orang yang tidak mampu memimpin dirinya memimpin penghuni surga ya Allah ?

Allah kembali bertanya : apakah engkau ingin AKU beri istana dari permata, akik, yakut yang indah yang tidak pernah seorang pun bayangkan ?
Aku menjawab : Sewaktu didunia, Engkau telah memberikan rizki beberapa jenis batuan indah, dan aku bersyukur batu permata itu cukup menjadi batu perhiasan bagiku didunia. Namun Aku tidak ingin istana yang bertahtakan batu permata. Seandainya Engkau mengizinkan, aku hanya ingin rumah kayu sederhana seperti rumahku di dunia. Didepannya ada telaga yang bisa sewaktu-waktu bersama teman ku memancing dan bikin acara bakar-bakar ikan dengan teman-temanku. Tidak perlu Engkau berikan aku istana yang dibawahnya ada sungai mengalir. Cukup telaga kecil ya Allah, supaya aku bisa memancing.

Allah Swt bertanya lagi : bagaimana dengan makanannya, apakah engkau ingin makan makanan surga ?

Aku menjawab : Terimakasih ya Allah, namun jika Engkau izinkan, disurgaMU nanti aku hanya ingin makan coto asuhan Daeng Tallasa. Sop saudara asli pangkep, dan Lawa’ Bale dan Lawa’ Urang.

Allah kembali bertanya : Mengapa demikian ?

Aku menjawab : karena makanan tersebut, terutama coto asuhan Daeng Tallasa sewaktu didunia dulu, aku merasakan Surga Dunia dan mengingat Surga Akhirat sehingga jika Engkau masukkan aku pada Surga Akhirat nanti, aku ingin mengenang Surga Dunia melalui coto asuhan Daeng Tallasa. Ya Allah, terimakasih atas semuanya yang tak terhingga.


Mohon maaf jika ada kesamaan nama
Terinspirasi dari sebuah permohonan sederhana.
Dari seorang hamba-NYA yang tak pantas mencium bau surga

Merdeka itu Bertuhan...Bertuhan itu Merdeka

Izinkan ku bertuhan tanpa beragama
Walaupun harus beragama,izinkan ku beragama tanpa mazhab
Walaupun harus bermazhab,izinkan ku bermazhab tanpa membenci
Izinkan ku bertuhan tanpa membenci
Izinkan ku bertuhan tanpa beragama
Karena ku takut agama menjauhkanku dari Tuhan
Izinkan ku bertuhan tanpa bermazhab
Karena ku takut mazhab menjauhkanku dari Tuhan
Izinkan ku hidup dalam kasih sayang-MU
Ku ingin bebaskan diri-MU dari penjara pemikiranku
Demikian pula dari penjara egoku
Demikian pula dari penjara keinginanku
Agar Engkau dapat menampakkan diri-MU sesungguhnya
Agar ku dapat menatap-MU seutuhnya
Di saat itu kita hanya berdua
2 juni 2011

POSTULAT CINTA



Postulat Cinta

Pendahuluan
Cinta, selama ini adalah teka-teki bagi umat manusia sepanjang zaman. Didalam cinta terdapat lautan misteri yang menjadi energi kreatif bagi manusia untuk menciptakan puisi, film, lagu atau bahkan peristiwa fenomenal yang mengugah perasaan. Entah berapa baris puisi, berapa judul film, berapa bait lirik lagu, berapa kuntum bunga, berapa batang coklat, berapa lembar karcis bioskop, berapa rupiah untuk KUA, dan sekian banyak “berapa-berapa” lainnya yang pernah ada dibumi dikarenakan oleh energi positif oleh cinta.
Akan tetapi disisi lain, kegagalan bercinta justru menjadi energi negatif yang merusak. Manajemen cinta adalah kata kuncinya, semoga dilain waktu kami dapat membahas hal tersebut secara mendalam. Cinta yang tidak termanajemen dengan baik dapat memunculkan kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, bunuh diri, kejombloan akut dan berbagai hambatan lainnya.
Di dalam sangkar emasnya, cinta seakan tak terpahami oleh rasio, tak tersentuh oleh nalar. Bagi para pengagumnya, cinta mengalami sakralisasi. Akibatnya adalah, cinta telah menjadi mitos atau sejenis berhala yang membuat manusia kehilangan rasionalitasnya. Jika manusia telah menjadi penyembah cinta maka akan mengalami kegamangan hati dan kekeringan jiwa. Hubungan kausalnya kemudian adalah berefek pada wilayah psikomotorik.

Landasan Epistemologis
Dalam tulisan ini, kami mencoba menguraikan cinta secara ringkas dan membuat postulat cinta berdasar hipotesis, pengamatan, pembuktian, pengujian secara ilmiah. Adapun landasan epistemologis yang kami gunakan antara lain, wahyu cinta dari perenungan kisah asmara, silogisme rasional premis cinta, serta pengamatan empirikal subyek pecinta. Artinya, landasan epistemologisnya serta proses pengujiannya tergolong sahih. Berikut ini kami paparkan landasan epistemologisnya satu persatu.

Idealisme platonian
Berangkat dari idealisme platonian yang berasumsi bahwa pengetahuan pada dasarnya pengingatan kembali, maka kami mencoba menarik dari wilayah normatif filosofis ke wilayah romantisme merah jambu. Pengetahuan tentang kesadaran bercinta, pada dasarnya “pengingatan kembali” atas kisah manis serta kelabu masa lalu. Hal ini kami sebut sebagai “perenungan kisah asmara”. Dari perspektif lain, kita bisa menyebut sebagai “hikmah” atas kejadian masa lalu.
Sebelum melangkah pada landasan epistemologis kedua yakni silogisme rasional premis cinta, maka kami terlebih dahulu membahas tentang Teori Kesadaran Freire yang dikawinkan dengan dasar-dasar cinta.
Freire membagi tiga tingkatan kesadaran manusia, pertama kesadaran mistis. Kedua kesadaran naif dan ketiga kesadaran kritis. Dalam bercinta, teori Freire ini dapat diselaraskan dengan, pertama cinta mistis. Kedua cinta naif dan ketiga cinta kritis. Cinta mistis adalah persepsi ttg cinta yang irasional dan cenderung memberhalakan cinta seperti dibahas diawal tulisan ini. Cinta naif adalah suatu kondisi dimana manusia gagal memetakan cinta dalam dirinya sehingga tidak ada garis demarkasi antara cinta yang menindas dan cinta yang membebaskan . Cinta kritis adalah suatu persepsi cinta dimana cinta menjadi spirit untuk membebaskan dari segala macam keterkungkungan kemanusiaan misalnya kejombloan akut dan pemberhalaan cinta. Sehingga manusia bisa menjadi merdeka karena cinta, bukan kecewa karena cinta seperti didalam sebuah lagu dangdut yang menyedihkan.

Silogisme rasional
Landasan epistemologis berikutnya adalah silogisme rasional. Pengetahuan yang terbangun adalah hasil silogisme antara premis mayor dan premis minor yang menghasilkan konklusi. Adapun model yang digunakan adalah metode deduksi dan induksi. Sebagai contoh, menurut Rahul dalam film kuch-kuch hota hai bahwa cinta adalah persahabatan. Dengan menggunakan metode deduksi kita bisa menarik pernyataan ini kewilayah yang partikular yaitu dalam keseharian kita sebagai proses pedekate terhadap calon pasangan kita.
Lain halnya dengan Pat Kay dalam film kera sakti yang selalu mengalami kesengsaraan. Beliau mengatakan bahwa memang beginilah cinta deritanya tiada akhir, harus melawati 33 rintangan dan 99 cobaan untuk mendapatkan kitab suci kebarat bersama biksu tong. Penalaran yang digunakan adalah model induksi yang dideduksikan. Pada dasarnya premis ini muncul dari masalah besar beliau < kanda patkay guru besar jomblo sedunia>, yang kemudian dilekatkan pada seluruh pengikut beliau .

Pengamatan Empirikal
Diantara landasan epistemologi yang ada, pendekatan empiris yang paling mudah. Sebagai misal, kita dapat mengamati orang yang rela berhujan-hujanan demi seseorang. Atau kita dapat berinteraksi langsung dengan orang yang rela menyisihkan uang jajannya demi membelikan coklat seseorang. Kita juga bisa melihat seseorang yang rela menjadi tukang antar undangan atau membelikan bunga. Dengan mudah kita dapat menarik kesimpulan dibalik hal itu semua. Namun perlu ditekankan disini bahwa pengamatan empirikal hanya menangkap gerak, bentuk, tekstur, suara dan hal inderawi lainnya sebagai manifestasi dari sesuatu yang abstrak yaitu cinta. Tapi kami tidak bermaksud melakukan sakralisasi terhadap cinta.

Postulat Cinta
Setelah melalui perenungan mendalam dan teliti, sampailah kami pada sebuah postulat tentang cinta. Penemuan ini sungguh mutakhir, dan kami khawatir jika tidak dipahami dengan baik dapat dipergunakan secara tidak proporsional. Betapa tidak, cinta yang sangat ekslusif dan abstrak ternyata dapat dihitung secara matematis. Harapan kami, pada penyusunan kurikulum yang akan datang, postulat cinta ini dimuat dipelajaran matematika seperti rumus lainnya.
Adapun cinta dapat dirumuskan sebagai hasil jumlah dari Idealitas dengan Romantisme sebagai berikut


Ca = I + R

Dimana, Ca = Kualitas cinta
I = Nilai idola
R = Nilai Romantisme

Nilai Idola adalah nilai maksimum yang realistis dari idealitas terhadap lawan jenis. Dengan menggunakan skala 0-10, biasanya nilai maksimum yang realistis adalah 7-9,5, sebab yang mendapat poin sempurna <10> hanya ada dialam ide atau kalaupun ada didunia nyata, pastilah telah menjadi istrinya orang lain.
Nilai Romantisme adalah hasil kali dari kapasitas memori dengan angka kemunculan kenangan indah. Kapasitas memori adalah kemampuan untuk mengingat detil-detil kenangan indah yang mampu menusuk sukma. Sebagai misal, seseorang yang memiliki kapasitas memori 10 Gb, berarti dalam mengenang kenangan indah, ia akan tergetar sebanyak 10 kali. Angka kemunculan adalah kuantitas munculnya kenangan indah dalam sehari. Sebagai misal, seseorang yang pura-pura menyibukkan diri dengan tugas atau organisasi atau juga olahraga, memiliki angka kemunculan kenangan indah lebih rendah dari pada orang yang kuper dan sering mengurung diri dikamar. Adapun rumusnya adalah
R = M x K
Dimana M adalah kapasitas memori dan K adalah angka kemunculan kenangan indah. Berikut ini adalah contoh soal.
T adalah seseorang yang mengalami kejombloan akut. Berdasar data yang diperoleh, maka didapatkan data-data berikut. Idealitas terhadap lawan jenis = 8,5. Kualitas memorinya adalah 9 Gb dan angka kemunculan memorinya adalah 7/hari. Maka kualitas cintanya < Ca> adalah sebagai berikut
R = M x K
R = 9 x 7/hari
R = 63 poin/hari
Ca = 8,5 x 63 poin/hari
Ca = 535,5/hari

Catatan
Karena cinta juga mengalami fluktuasi seperti rupiah terhadap dollar dan juga seperti kepentingan para investor dalam melirik pasar, maka otomatis cinta pun mengalami fluktuasi. Ini berarti, kualitas cinta yang dihitung berdasarkan pada hari yang didapatkan datanya.
Dalam membahas cinta, masih ada beberapa variabel, seperti rupiah dan pasar. Jika kekuatan finansial berkurang maka otomatis mempengaruhi daya cinta dalam melakukan pedekate. Pun juga pasaran cinta, disini berlaku hukum keseimbangan pasar yakni supply n demand seperti yang dikemukakan adam smith dalam teori ekonomi makro. Semoga dilain kesempatan kami dapat membahas tentang hukum ekonomi cinta dan manajemen cinta. Selamat bercinta

Yogyakarta, 11 April 2006

DAN TUHAN PUN TERPENJARA



Memang berbicara tentang Tuhan adalah hal yang sangat sensitif. Kadang karena sensitifitas yang berlebihan sehingga obyektifitas dan rasionalitas dalam menilai sesuatu berkurang bahkan hilang. Akibatnya adalah kesimpulan yang ditarik akan bersifat a-priori, kurang rasional dan cenderung bias. Oleh karena itu untuk membahas lebih lanjut, kita harus melepaskan sikap arogan dan subyektifitas kita.
Tulisan ini berangkat dari perenungan setelah membaca fenomena yang terjadi. Jadi walau tidak bisa terlepas dari subyektifitas penilaian, tapi setidaknya penulis berusaha obyektif melihat realitas obyektif yang terjadi.
Kata “terpenjara” bermakna ada pihak yang memenjarakan dan ada yang merasakan keterpenjaraan. Dari judul diatas, pihak yang terpenjara adalah Tuhan. Disini muncul pertanyaan. Bisakah yang maha kuasa terpenjara ? atau mengapa Ia terpenjara ? atau bagaimana Ia terpenjara ? atau benarkah Ia terpenjara ? kapan Ia terpenjara ?
Sekiranya memang demikian adanya maka muncul lagi pertanyaan, siapa yang memenjarakannya ?

Jika kita menggunakan pendekatan kesejarahan, dapat dilihat bahwa agama sebagai kumpulan ajaran yang berbicara tentang Tuhan ternyata lahir dikalangan orang-orang tertindas. Misalnya Musa yang mengajarkan tentang Tuhan dikalangan Bani Israil. Musa mengajarkan kepada manusia (termasuk kita) tentang penolakan penghambaan selain Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai tujuan. Keberpihakan Tuhan begitu jelas, pada orang-orang yang menyerukan kebersamaan dan penolakan terhadap penghambaan sesama makhluk.
Pun Ibrahim a.s demikian, menyerukan kepada penuhanan Tuhan yang sesungguhnya. Isa a.s bersama orang-orang sakit, miskin, tertindas dan sama dengan pendahulunya, menyerukan penghambaan pada Tuhan. Muhammad pun demikian. Beliau menyerukan kepada Bilal (simbol egaliterian manusia) untuk azan diatas kabah (simbol kejayaan arab dan Islam). Beliau mengajarkan masyarakat tanpa kelas jauh sebelum Marx lahir. Beliau menentang praktek eksploitasi ekonomi berupa riba jauh sebelum Marx menemukan teori nilai lebih. Atas nama Tuhan mereka meneriakkan kebenaran. Atas nama Tuhan mereka mengajarkan kesejajaran manusia. Atas nama Tuhan mereka mengajak pada penyerahan diri pada Tuhan.
Jika kita menggunakan pendekatan keagamaan, ternyata dari berbagai kitab suci selalu diajarkan untuk menghormati sesama manusia, alam dan mengajak pada penghambaan pada Tuhan. Dalam salah satu surah, Tuhan bertanya : Tahukah engkau orang yang mendustakan agama ?. pertanyaan ini dijawab oleh ayat berikutnya : yaitu orang yang melalaikan shalat dan menghardik anak yatim. Dalam logika, kata “dan” berarti bukan salah satu, tapi keseluruhan. Jika hanya salah satunya terpenuhi maka tidak dapat digolongkan yang “tidak mendustakan agama”. Belum lagi puluhan bahkan mungkin ratusan ayat lain yang berbicara tentang kepedulian sosial. Atau ayat lain yang berbicara kebersamaan, keadilan dan penyeruan untuk melawan penghambaan selain Tuhan. Agama mengajarkan untuk memperbaiki hubungan vertikal kita (hablum minallah) dan hubungan horizontal kita (hablum minannas)
Lantas, dari dua pendekatan diatas apa hubungannya dengan judul tulisan ini ? Jawabannya sederhana. Jawaban dalam bentuk pertanyaan. Dimana Tuhan ketika kemiskinan terstruktur terjadi ? Dimana Tuhan ketika buruh ditindas dengan upah yang rendah. Dimana Tuhan ketika anak usia sekolah yang seharusnya sekolah tapi mereka harus jadi pemulung untuk makan. Dimana Tuhan ketika ketidakadilan dan mandulnya hukum terjadi. Dimana tuhan ketika hak-hak mendapat pengajaran terenggut oleh biaya pendidikan yang mahal. Dimana Tuhan ketika dana yang ditarik dari rakyat, dicuri oleh orang berdasi. Dimana Tuhan ketika tanah rakyat dirampas atas nama pembangunan. Dimana Tuhan ketika kelaparan melanda orang yang bertetangga dengan rumah bertingkat lima dengan mobil tiga. Dimana Tuhan ketika pengemis mencari sesuap nasi di halaman hotel berbintang lima.
Tuhan sekarang bukan lagi milik orang tertindas seperti Bilal, tapi milik penguasa. Tuhan tidak ditemui diantara fakir-miskin seperti dizaman dahulu, tapi terpenjara oleh tembok megah rumah ibadah. Tuhan tidak lagi milik para pencari Tuhan, tapi milik segelintir orang yang dianggap alim. Tuhan tidak lagi milik umat, tapi milik para politisi yang berebut kekuasaan. Tuhan tidak lagi milik umat, tapi milik sebagian ulama arogan yang suka mengkafirkan orang yang tidak semazhab dengan dia.
Tuhan telah terpenjara didada ulama arogan dan tidak menyentuh realitas, lalu menggunakan kata Tuhan” atas sejenisnya untuk mengingat surga-neraka dan melupakan kefakiran. Tuhan telah terbelenggu oleh retorika politisi, yang olehnya jalan menuju kursi kekuasaan akan menjadi lancar. Tuhan telah terjual oleh iklan-iklan dan label halal produk kaum pemilik modal, yang olehnya masyarakat mengkonsumsi produk tanpa ragu. Tuhan telah terkungkung oleh perdebatan filosofis para filosof, yang kemudian hanya berputar-putar dialam ide mereka tanpa membumikan pemahaman mereka pada realitas.
Kita tidak akan menemukan Tuhan disekolah, kampus atau kantor. Tuhan telah terpisah dari fakir miskin, anak terlantar, buruh. Tapi sekali lagi, Tuhan telah terpenjara dibalik tembok rumah peribadatan. Atas nama Tuhan, yang halal menjadi haram, pun sebaliknya. Atas nama Tuhan yang beriman menjadi kafir, pun sebaliknya. Atas nama Tuhan, seseorang bisa menjadi penguasa. Atas nama Tuhan dan takdir yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin. Atas nama Tuhan, seseorang membunuh orang lain yang tentunya ciptaan Tuhan juga. Atas nama Tuhan, rumah peribadatan dibakar. Atas nama Tuhan, segala keinginan manusia entah baik atau buruk akan terjadi.
Sekarang terserah kita. Apakah rela melihat keterpenjaraan, keterbelengguan dan keterkungkungan Tuhan oleh orang-orang yang mengaku beragama. Atau kita membebaskan Tuhan dan mengembalikan Tuhan pada pemiliknya, yaitu orang-orang merasakan ketidakadilan, kemiskinan dan penindasan sebagai wujud pemaksaan penghambaan pada selain Tuhan ?



Makassar, 26 Oktober 2001

MENGGUGAT KEADILAN TUHAN




Ketika membaca judul tulisan ini sampai pada kata yang anda baca sekarang, hendaknya topeng keimanan, dogma agama dan slogan ketuhanan anda lepaskan. Disamping itu sebaiknya anda berpikir rasional dan obyektif dalam merenungi eksistensi kemanusiaan. Saat jubah keimanan tidak terlepaskan, niscaya slogan “Tuhan Maha Adil” akan terus mencandui kita. Tulisan ini hanyalah suatu bagian perjalanan hasil perenungan dan diskusi yang tidak diperuntukkan bagi mereka yang memahami agama secara dogmatis, gemar mengkafirkan dan suka menghalalkan darah. Tapi tulisan ini diperuntukkan bagi mereka yang berpikir merdeka, dan gelisah akan eksistensinya.
Saat kita merenungi realitas dengan segala kemajemukannya maka akan timbul pertanyaan, mengapa mesti ada kaya dan miskin, pintar dan bodoh, cantik dan jelek, dan sebagainya. Ada yang mencoba menjawab seperti ini :”Kalau semua kaya atau semua miskin maka Tuhan tidak adil. Justru keadilan Tuhan termanifestasi dengan kemajemukan tersebut”. Lantas, mengapa mesti si A misalnya yang ditakdirkan menjadi kaya sedang si B ditakdirkan miskin. Apakah Tuhan mesti mengorbankan hambanya dengan kemiskinan atau kebodohan atau kejelekan agar Tuhan dikatakan adil. Apakah segala tindakan Tuhan dapat dikatakan adil ? atau Tuhan mesti melakukan sesuatu sesuai dengan parameter tertentu agar Tuhan dikatakan adil ?
Pernahkan terlintas dibenak kita bahwa pertanyaan nakal tentang terciptanya kita sebagai manusia, bukan gunung, pohon, bumi, burung, atau mungkin alien ? Mengapa kita mesti menjadi manusia ? Kalaupun menjadi manusia, mengapa menjadi orang yang membaca tulisan ini sekarang, bukan sebagai orang yang membuat tulisan ini, atau sebagai orang alim, atau sebagai orang kaya, atau tokoh idola anda? Mengapa roh kita mesti menempati jasad kita, bukan yang lain?
Menurut kaum sufi bahwa disaat manusia berusia 3 bulan dalam kandungan, terjadi dialog antara manusia dengan Tuhan. Materi dialog seputar pengakuan ketuhanan Tuhan. Jika terjadi pembangkangan (katanya) maka bayi manusia tersebut tidak terlahir didunia. Tetapi sebaliknya, jika terjadi kesepakatan antara manusia sebagai hamba dan Tuhan sebagai yang disembah, maka niscaya manusia akan terlahir dengan selamat. Lantas setelah itu, Tuhan menghapus ingatan manusia terhadap hal itu.
Pertanyaan yang muncul adalah jika hal itu benar, artinya manusia yang lahir semua menyepakati eksistensinya sebagai hamba, tapi mengapa didunia masih terlahir orang-orang yang berwatak seperti Fir’aun, Hitler, Suharto, Om Liem atau malah Nietszche yang menganggap Tuhan telah mati ? Artinya Tuhan telah ditipu oleh manusia dong ?. Pertanyaan kedua adalah dimana sikap jentelmennya Tuhan ? Masa beraninya berdialog sama anak umur 3 bulan, dan melahirkan manusia dimuka bumi tanpa meminta kesediaannya menjadi manusia. Bayangkan, menjadi manusia dengan jabatan khalifah tidakklah mudah. Bukankah tawaran khalifah itu disampaikan pada gunung-gunung, lantas mereka menolaknya. Selanjutnya dikatakan bahwa hanya manusia yang bersedia, berhubung manusia itu bodoh dan sombong. Pertanyaan ketiga ialah sejak kapan manusia bersedia menganggung amanah itu sehingga manusia dikatakan bodoh dan sombong? Selanjutnya pertanyaan keempat adalah apa sih untungnya pikiran manusia dihapus ? Apakah Tuhan lagi kurang kerjaan ?
Dinilah seharusnya kita sebagai manusia “menggugat” Tuhan, atas rezim otoriternya yang memaksakan kehendak menghadirkan manusia dimuka bumi dengan segala persoalannya tanpa meminta persetujuan sang hamba atau menerangkan resiko-resiko serta tanggung jawab kemanusiaan kepada si janin. Tuhan seperti seorang Jendral yang memberlakukan wajib militer kepada para prajurit tanpa meminta persetujuan sang prajurit dan menerangkan sengitnya peperangan. Hanya kata “siap” engkau jendaral saya prajurit dan saya ikuti segala kemauannmu.
Sebagai penganut empirisme, penulis menolak “kontrak karya” antara Tuhan dan hamba tersebut karena tidak ada bukti otentik yang dapat dipertanggungjawabkan seperti surat pernyataan yang dibubuhi materai, atau minimal ingatan saat kejadian tersebut. Ide persepakatan Tuhan dan hamba menurut penulis hanyalah dongeng kaum sufi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam suatu hadis qudsi yang populer dikatakan : Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku rindu untuk dikenal maka Aku mencipta. Artinya penciptaan makhluk termasuk manusia adalah efek dari kerinduan Tuhan untuk dikenal. Ternyata Tuhan memiliki sifat aktualisasi diri, dan untuk mewujudkan keinginan-Nya diciptakanlah makhluk termasuk manusia dengan segala persoalan dan tanggungjawabnya. Kemudian manusia dihadapkan dengan surga dan neraka sebagai konsekwensi eksistensi manusia.
Pada proses penciptaan manusia para malaikat telah mengajukan mosi tidak percaya tentang kekhalifaan manusia yang (katanya) suka menumpahkan darah, tetapi dengan santainya Tuhan menjawab : “Aku lebih tahu daripada kamu”. Terlepas dari “bocornya” rahasia Tuhan tentang eksistensi manusia oleh malaikat, yang jelas sikap otoriter dan aktualisasi diri Tuhan (yang bosan kesepian) telah menjerumuskan manusia pada tanggungjawab yang sangat besar sebagai khalifah tanpa meminta kesepakatan pada calon manusia tentang resiko yang akan dihadapi.
Sekarang, apakah kita hanya duduk termangu memikirkan takdir kita sebagai manusia dengan beban yang sangat berat lalu pasrah begitu saja, atau menggugat Tuhan agar beban tersebut menjadi lebih ringan, atau bahkan mengkafirkan orang yang membuat tulisan ini agar anda merasa telah “membela” Tuhan demi slogan “Tuhan Maha Adil” yang sadar atau tidak telah mencandui hidup kita.

Makassar, 28 Juni 2001

(Sebagian) Potret Pendidikan Kita : Sepotong ceramah singkat dari Mr.XXX

Temanku, sebut saja Mr.XXX, adalah asisten dosen disalah satu perguruan tinggi. Mr.XXX tidak ada hubungannya dengan salah satu film laga. Apalagi situs porno. Saya sebut Mr.XXX karena biasanya sesuatu yang tidak mau diketahui identitasnya disebut Mr.X. Kalau tiga kali X berarti intensitasnya tiga kali lipat ketidakinginannya untuk diketahui identitasnya. Jadi sekali lagi tidak ada hubungannya dengan film laga atau situs porno.

Mr.XXX barusan mengawas ujian dan bercerita kepadaku tentang perilaku mahasiswa. Ada yang tenang mengerjakan soal ujian. Ada yang gelisah menengok kiri kanan depan dan belakang untuk mendapatkan contekan. Ada yang dengan tenang mengeluarkan pelampungnya. Ada pula pura-pura ke WC untuk membuka catatannya.

Hasil pengamatan Mr.XXX adalah umumnya mahasiswa memegang teguh prinsip “posisi menentukan nilai”. Nampaknya, perebutan kursi paling belakang adalah salah satu kompetisi pra ujian. Hanya segelintir mahasiswa yang percaya diri untuk duduk paling depan. Tentu ini berhubungan langsung dengan peluang untuk mendapat contekan. Semakin didepan duduk berarti semakin terlihat oleh pengawas. Sebaliknya, semakin dibelakang duduk, maka semakin tersamarkan gerakan-gerakan tanpa bayangan untuk membuka catatan dan menyontek.

Beberapa hari sebelum ujian, Mr.XXX memberikan pengarahan pada mahasiswanya. Dia merumuskan teorinya : “Orang yang duduk didepan, cenderung adalah orang terdepan sedangkan orang yang duduk dibelakang cenderung terkebelakang”. Sederhana memang, tapi menarik perhatian saya untuk mengorek keterangan lebih jauh.
Dia melanjutkan : “Orang yang duduk didepan waktu kuliah adalah orang yang ingin mendengarkan penjelasan dosen dengan sejelas-sejelasnya. Sehingga penting baginya untuk duduk dibarisan paling depan. Sebaliknya, orang yang duduk dibelakang umumnya karena ingin bermain-main saat dosen menjelaskan didepan kelas. Paling tidak, mahasiswa tersebut kekurangan waktu bergosip sehingga jam perkuliahan pun dijadikan waktu bergosip”.

Mr.XXX kembali menjelaskan pada saya : “Begitupun waktu ujian, orang yang duduk didepan adalah orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Sebaliknya, orang yang duduk dibelakang adalah orang yang tidak percaya diri dengan kemampuannya sehingga harapannya bukanlah hasil pembelajarannya, akan tetapi contekan teman yang dianggap lebih kredibel untuk dicontek (berarti dirinya tidak pantas dicontek), pelampung/catatan (daya ingat terhadap pelajaran lemah karena lebih banyak menghapal lagu dan hura-hura lainnya)”.

Mr. XXX kembali bertutur : “Mahasiswa kita mengalami krisis kepercayaan diri tingkat akut dalam proses pembelajaran dibangku pendidikan. Mungkin gurunya waktu SD hingga SMA lupa menjelaskan bahwa tiap manusia memiliki potensi yang sangat luar biasa. Sehingga terbangun paradigma secara tidak sadar bahwa otak,akal dan daya pikir kita lemah. Akibatnya, bisa kita saksikan langsung diruang ujian, yaitu upaya membuka catatan, pelampung dan menyontek.”

Mr.XXX melanjutkan : “Jika pendidikan bertujuan memanusiakan manusia, maka sudah selayaknya pendidikan merenovasi paradigma duduk dibelakang – terkebelakang, menjadi paradigma optimalisasi potensi – percaya diri – terdepan. Sayang sekali jika perkuliahan hanya menjadi formalitas. Datang,duduk dan diam dibangku kuliah. Setelah itu, menyontek saat ujian. Betapa ruginya jutaan rupiah dihambur untuk membayar biaya pendidikan”. Saya kemudian menyela : “Siapa yang salah dan apa yang harus dilakukan”?
Mr.XXX menjawab :” Sederhana. Pertama, metode pendidikan harus dirubah dari pola satu arah (monolog) menjadi berbagai arah (dialog). Artinya, memberikan kesempatan lebih kepada mahasiswa untuk berbicara dalam mengupas sebuah gagasan. Kedua, memberikan gambaran bahwa potensi tiap individu sebenarnya sangat luar biasa. Dengan menggunakan pendekatan matematika yang agak provokatif tentang berapa jumlah sel neuron dalam otak, atau pun dengan menjelaskan betapa luar biasanya dirinya agar mahasiswa sadar akan potensinya dan muncul kepercayaan dirinya dalam belajar. Ketiga, memaksa mahasiswa agar banyak membaca literatur” Dia melanjutkan lagi : “Saya baru menganggap pendidikan kita berhasil, jika disaat ujian tak ada lagi yang mau menyontek, tak ada lagi yang bawa pelampung. Dan tentunya soal ujian itu bisa dijawab dengan cepat dan tepat. Selama dalam ujian ada yang nyontek, ada yang buka pelampung, terlambat dikumpul lembar jawaban atau pun jawaban keliru, maka kita perlu memperbaiki proses pendidikan kita”.

Saya hanya diam terpaku mendengar penjelasan yang panjang,lebar dan tinggi dari temanku itu. Paling tidak untuk ceramahnya tadi, saya telah menjadi mahasiswa yang “duduk didepan” bagi dia. Sambil kembali memutar memori tentang masa sekolah dan kuliah, yang sewaktu-waktu menyontek teman dan juga dicontek teman. Sehingga bukan lagi kegiatan belajar mengajar, tapi kegiatan menyontek - dicontek. Akhirnya saya sampai pada kesimpulan, wajar jika bangsa ini adalah bangsa yang latah. Proses latahisasi tercipta sejak menyontek saat ujian. Bayangkan jika 50% + 1 (rumus ini tidak ada hubungannya dengan voting pada pemilihan ketua BEM) dari jumlah pelajar dan mahasiswa di Indonesia seperti ini, maka dapat dipastikan bahwa ada borok besar dalam upaya kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika ini terjadi (semoga saja tidak) maka dapat dibayangkan bangsa yang sedang bangkit ini kedepan. Pasti akan kembali berjalan tertatih-tatih karena kualitas SDMnya adalah kualitas latah.

7 FALSAFAH MANCING


Memancing, bagi sebagian orang adalah profesi. Bagi sebagian orang yang lain, adalah hobi. Tapi, bagi sebagian orang yang lain, memancing adalah obat. Ya, obat. Obat bagi kejenuhan dan kesumpekan pada rutinitas hidup.

Bagi sebagian besar orang, memancing adalah pekerjaan yang membosankan. Bagaimana tidak, jika duduk berjam-jam tapi tidak mendapatkan ikan. Kalaupun dapat, biasanya kecil-kecil. Pendapat ini tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Karena melihat dari sisi ke-instan-an sebuah proses.

Namun jika kita melihat dari perspektif lain, budaya modernitas telah membawa kita pada era yang mengutamakan efisiensi, efektifitas dan kecepatan. Hal ini, akan membawa penyakit bagi manusia jika tidak belajar menghargai proses. Disinilah letak urgensi memancing sebagai hobi sekaligus obat bagi kemanusiaan kita.



Satu hal lagi, memancing di alam terbuka akan membawa kesadaran kita kepada kearifan dan kebijaksanaan. Berikut ini beberapa falsafah mancing yang mungkin bermanfaat bagi kita semua, dan mungkin bisa kita lengkapi bersama. Demi kemanusiaan kita, tentunya.

# 1
Pemancing memilih takdir untuk menyangkutkan mata kailnya. Ikan terpilih untuk ditakdirkan tersangkut di mata kail. Terima takdir sebagai konsekwensi pilihan. Syukuri apapun ikan yang didapatkan, karena hidup adalah takdir memilih untuk memilih takdir

#2
Jangan cepat menyerah, harapan itu selalu ada. Berusaha dan berdoa, sebab mengeluh hanya memperumit masalah dan menumpulkan akal dan jiwa.

#3
Alam semesta diciptakan dalam keseimbangan. Ada ikan, ada pemancing. Ada herbivora, ada Predator. Ada umpan, ada mangsa. Ada waktu, ada tempat. Dan manusia adalah puncak predator disemesta ini

#4
Jangan iri atas keberhasilan orang lain dan jangan sombong atas keberhasilan kita. Motivasi diri untuk berhasil, berempati terhadap kegagalan orang lain

#5
Rawatlah peralatan mancing anda,maka peralatan mancing anda akan memberikan pelayanan maksimal

#6
Jadikan sebuah pekerjaan sebagai hobi, maka pekerjaan itu akan menyenangkan. Meski orang lain melihatnya sebagai sesuatu yang membosankan

#7
Nikmati "proses" maka "hasil" akan menjadi lebih bermakna dan berseni

Semoga bermanfaat
18 oktober 2010



Silakan baca juga :
Teknik Membeli Peralatan Pancing
Mancing Adalah Meditasi
Pada Lao Teppada Upe (PLTU) dan Rumus Rezki
Tips Memaksimalkan Mancing di Laut

LOGIKA BERKAH



Di sebuah pasar Tradisional :
Setelah membayar barang yang saya beli, nenek penjual itu menerima uang sejumlah beberapa ribu rupiah. Dia langsung menjunjung uang tersebut dan menepuk uang tersebut pada dagangannya. Heran menyaksikan pemandangan itu, saya pun bertanya, “Mengapa nenek lakukan itu”?. Nenek itu berkata, “Barakka’na na” (=yang penting berkahnya nak).

Kebingungan itu bergelayut dipikiranku hingga beberapa tahun. Ketika berteman dengan seorang yang gemar berjudi, dia selalu bercerita tentang bagaimana dia menghabiskan uangnya dimeja judi. Ia pernah menang, juga pernah kalah. Ia berbicara jumlah uang jutaan dalam perjudiannya, tapi ia meminta sepatuku. Kemenangannya dimeja judi tak membuat dia bisa membeli barang yang ia bisa pakai berlama-lama. Orang bilang, uang hasil judi itu adalah uang panas, tidak berberkah. Akhirnya saya mencoba benturkan dengan pahaman sang nenek penjual dipasar tradisional, untuk memahami apa itu berkah.

Ranah Politik
Hampir tidak ditemukan hal signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meski pemilihan pemimpin telah menempuh jalur yang disepakati sebagai “Kebenaran” yaitu “Demokrasi”. Infra struktur semakin rusak, bencana alam datang terus menyapa orang-orang yang selalu melupakan Tuhannya. Tingkat angka kemiskinan sungguh ironis dibandingkan dengan kekayaan alam.

Ternyata “sang pemimpin” telah berhasil menduduki kursinya. Ia dapatkan kekuasaannya dengan cara yang tidak benar. Ia bagi-bagi uang untuk membeli suara. Ia menggunakan intrik yang licik layaknya machiavelli. Sehingga ketika ia duduk, kepemimpinannya sungguh tidak berberkah. Sekiranya uang, dapat disamakan uang panas. Namun kekuasaan selalu diidentikkan dengan kursi. Jadinya kursi panas. Namun kursi panas disini tidak ada hubungannya dengan kuisnya para penghayal di tipi.

Kubuka buku sejarah, tentang raja-raja adil. Mereka sungguh feodal dan jauh dari konsepsi demokrasi cangkokan barat yang kita yakini kebenarannya hari ini. Namun, dalam sekali tanam, padi bisa dipanen 3 kali, tanpa pupuk. Pisang dapat berbuah hingga dua kali. Itu karena pemimpinnya adil. Ya, pemimpin yang adil, sehingga tanah tidak segan-segan mengeluarkan hartanya bagi manusia.

Sang raja, berkuasa bukanlah karena intrik. Ia tidak membeli suara. Ia juga tidak bagi-bagi gula dan sarung. Ia dipilih karena kemampuannya. Ia pun tidak menyodorkan diri dan memasang spanduk memohon untuk dipilih oleh dewan adat.. ia berkuasa dengan memenuhi kerajaannya dengan berkah bagi rakyat, tanah dan tumbuhan serta hewannya.

Lihat sekarang….
Sungguh sulit mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa menyogok. Konon kabarnya, untuk jadi PNS harus siapkan sekitar Rp.60 juta. Apabila lolos menjadi PNS, kira-kira bagaimana cara mengembalikan modalnya sementara gajinya Cuma 1-2 juta sebulan?.
Jika kita ingin menjadi bupati, konon kabarnya harus siapkan paling tidak 10 milyar. Bahasa halusnya cost politik. Bahasa jujurnya, uang ampaw buat serangan fajar didepan TPS. Ditambah lagi sewa preman buat takut-takuti masyarakat yang tidak mau pilih dia.
Ada yang ingin menjadi anggota DPRD, konon kabarnya telah menyiapkan hingga kisaran 1 milyar. Logikanya sama diatas. Dengan gaji anggota DPRD selama 5tahun kali 12 bulan, sama sekali tidak cukup untuk tutupi cost politik. Jadi bagaimana caranya mengembalikan cost politik? Trus jika masih ingin terpilih, dari mana lagi mendapatkan untuk cost politik periode berikutnya ?

Sungguh saya sangat berharap,itu semua hanya kabar burung belaka...sambil selalu mencoba berprasangka baik kepada sesama manusia.
Seandainya demikian halnya, sungguh sangat berkurang keberkahan hidup dizaman ini. Uang panas merajalela sebagaimana Kursi Panas. Hati orang sungguh mudah panas. Orang sungguh mudah membakar gedung. Dari panas, menciptakan panas…..Di lain sisi, bumi semakin panas karena pemanasan global. Bumi semakin menunjukkan tanda-tanda kepikunannya. Tentu antara manusia yang bergelimang dengan uang dan kursi panas ini berhubungan langsung dengan semakin pikunnya bumi. Sehingga bumi yang renta ini begitu mudah marah…bumi makin gampang panas…sepanas kursi panas dan uang panas manusia yang makin kepanasan karena pemanasan global. Semoga saja kita tidak panas membaca tulisan yang dimaksudkan BUKAN untuk memanas-manasi orang agar kepanasan.